Jumat, 27 Mei 2011

Bagaimana Anda Memperlakukan Al-Qur’an?

Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai "Kitab yang tiada keraguan didalamnya sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa" (QS 2: 2). Artinya, kitab suci Al-Qur’an merupakan petunjuk dan pegangan hidup kita. Persoalannya sekarang, bagaimana sebenarnya kita memperlakukan Al-Qur’an dalam hidup kita?


Buat sebagian kecil dari kita Al-Qur’an dipandang seolah-olah sebagai "jimat" yang kalau ayat tertentu dibaca maka akan menimbulkan hal yang luar biasa; buat sebagian dari kita Al-Qur’an hanyalah merupakan objek ilmiah yang pantas untuk dikotak-katik ayatnya satu demi satu; buat sebagian lagi dari kita mungkin saja Al-Qur’an merupakan sumber "legitimasi", dalam arti kita gunakan akal pikiran kita untuk memecahkan atau menjelaskan masalah lalu kita cari justifikasinya dalam ayat Al-Qur’an.

Apakah cukup Al-Qur’an kita perlakukan demikian? Bukankah ia merupakan kitab petunjuk? Sebagai kitab petunjuk berarti Al-Qur’an merupakan sumber inspirasi dan sumber bagi hidup kita. Pernahkah kita bila menghadapi masalah kita pecahkan dengan membaca Al-Qur’an? Sudikah kita disaat mendapat banyak rezeki kita syukuri rezeki itu dengan membaca Al-Qur’an? Maukah kita disamping membaca koran dan e-mail tiap hari juga mau membaca Al-Qur’an setiap hari? Pernahkah kita introspeksi perjalanan hidup kita dengan melihat kandungan ayat suci Al-Qur’an sebagai "hakim"nya? Pada umur berapa kita mulai tertarik dengan Al-Qur’an dan bersedia menelaah ayat demi ayatnya?

Saya percaya karena Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi kita, maka siapapun kita dan apapun background pendidikan kita, maka kita memiliki hak yang sama utk mengakses kitab suci Al-Qur’an. Sudahkah kita gunakan hak kita itu dengan sebaik-baiknya?

Membaca Al-Qur’an merupakan syarat pertama untuk menjadikan kitab suci ini sebagai petunjuk hidup kita. Bisakah kita menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk, namun amat jarang kita membacanya?

Konon, Iqbal kecil dibisiki oleh Ayahnya, "Bacalah Al-Qur’an seakan-akan ia diturunkan untukmu". "Sejak saat itu," kata Dr. Muhammad Iqbal–cendekiawan besar asal India, "setiap aku membaca al-Qur’an seakan-akan Al-Qur’an berbicara padaku!"

Maukah kita meningkatkan kedudukan kita, dari sekedar membaca al-Qur’an sampai "berbicara" dengan Al-Qur’an?

Maha Benar Allah dengan Segala Firman-Nya

Semoga bermanfaat, Amin

Re-post, 1 Maret 2008

Mengapa Tak Mau Berdoa?

Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin doa selepas sholat jamaah bersama keluarga saya, apalagi didepan jamaah yang lain.


Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak. Tapi andaikata pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu mengerti segala macam bahasa. Jangan malu untuk berdoa dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Kalau anda hapal doa dalam bahasa arab, saya ucapkan Alhamdulillah! Namun kalau anda lebih sreg berdoa dengan bahasa selain bahasa Arab, saya pun berucap Alhamdulillah! Yang terpenting adalah kita masih mau berdoa. Kalimat terakhir ini mengundang pertanyaan, Mengapa sih kita harus berdoa?

Allah adalah Tuhan kita satu-satunya. Allah pun dalam Al-Quran mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (QS 112:2). Dalam surat Al-Fatihah kita pun berseru, Iyyaka Nabudu wa Iyyaka Nastain (Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami mohon pertolongan). Karena itu, kalau ada orang yang mengaku bahwa Allah itu Tuhannya lalu ia tak mau berdoa maka pantas kalau kita sebut orang tersebut orang sombong. Bukankah Allah telah berfirman, berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu (QS 40:60).

Betulkah setiap doa akan dikabulkan oleh Allah? Boleh jadi ada diantara kita yang telah berdoa sesuatu namun tak kita rasakan hasil dari doa tersebut. 

Pertama, harus disadari bahwa kita ini hamba sehingga tak berhak memaksa Allah. Kita yang membutuhkan Allah; bukan sebaliknya.

Kedua, Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Boleh jadi, sebuah doa yang kita minta bila dikabulkan oleh Allah justru ujung-ujungnya dapat menimbulkan kesulitan dalam hidup kita atau mungkin Allah punya ketentuan lain yang tak kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi Nuh berdoa agar anaknya diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak mengabulkannya dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdoa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. (QS 11: 47) Allah Maha Tahu, maka doa kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi ditunda waktunya, atau malah diganti dengan yang lebih baik. Wa Allahu Alam.

Ketiga, sudah seberapa jauh usaha kita untuk meminta dan memelas pada Allah. Nabi Zakaria sendiri telah puluhan tahun berdoa namun belum dikabulkan Allah. Tapi berbeda dengan kita yang cenderung tak sabar, Nabi Zakaria berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (QS 19:4)

Begitulah sikap kita seharusnya: jangan pernah kecewa dalam berdoa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Aku ini bagaimana persangkaan hambaKu saja… Maksudnya, kalau kita dalam berdoa belum-belum sudah beranggapan bahwa doa ini tak akan dikabulkan, yah begitulah jadinya. Insya Allah kita selalu berbaik sangka dan tak pernah kecewa dalam berdoa.

Dalam berdoa kita diminta untuk berharap-harap cemas (QS 21:90). Artinya, kita berharap doa kita akan dikabulkan, namun disisi lain kita juga cemas kalau-kalau doa ini tidak dikabulkan. Gabungan perasaan inilah yang menjadi etika dalam berdoa. Kita tidak terlalu yakin pasti akan dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika lainnya adalah kita disuruh berdoa dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut (QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdoa ini insya Allah hati kita akan tergetar dan seringkali tanpa sadar air mata menggantung di pelopak mata. Pendek kata, berdoalah baik dalam keadaan sehat-sakit, suka-duka, kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring, pagi-siang-malam…….

Semoga bermanfaat, Amin.

Re-post, 4 Februari 2008

Rabu, 25 Mei 2011

Mengingat Mati

Masih terlintas dipikiranku kejadian kecelakaan lalu lintas yang saya dan keluarga kecil kami yang kami alami sesaat setelah pulang silaturahmi dari rumah teman kantor, Pak Supanto, memenuhi undangan beliau pada acara aqiqah kelahiran putri ketiganya. Kejadian terjadi pada bulan Januari lalu ketika saya sedang menikmati liburan semesteran kuliah. Sebenar ketika akan berangkat menuju rumah Pak Supanto di Doyo Baru Sentani, istri saya sudah menolak untuk naik motor. Mengingat perjalanan yang lumayan sangat jauh dengan medan perjalanan yang berkelok-kelok dan naik-turun wilayah perbukitan. Disisi lain kondisi motor kami saat itu memang tidak dalam kondisi yang baik, sedikit oleng dan belum sempat saya bawa servis ke bengkel. Tetapi saat itu saya ngotot tetap ingin membawa motor, biar ga ribet pikir saya waktu itu. Terasa malas jika harus naik turun angkot karena harus beberapa kali naik angkot dan belum lagi harus naik ojek dari jalan raya menuju rumah Pak Supanto. Singkat cerita, istri saya diam saja mendengar alasan saya dan akhirnya kami berangkat ke Sentani menggunakan motor Honda Beat. Saya pun berjanji kepada istri bahwa akan membawa motor dengan kecepatan yang lambat, pelan-pelan saja yang penting sampai tujuan dengan selamat. 30 km/jam. Kecepatan tertinggi yang saya tempuh. Safety first. Alhamdulillah saat perjalanan pergi menuju rumah Pak Supanto tidak mengalami kendala.

Saat akan pulang, seorang bos saya, pejabat eselon di kantor, menawarkan agar istri dan anak saya pulang bareng bersamanya karena kasian melihat anak kami harus berangin-anginan ria naik motor. Bos saya membawa mobil. Saya setuju sekali dengan usul tersebut. Saya minta istri agar ikut dengan Bu Engel naik mobil, kebetulan memang satu arah perjalanan pulangnya. Diluar dugaan, ternyata istri saya menolak. Dia bilang mau bareng saja bersama-sama dengan saya naik motor. Khawatir dengan saya jika pulang sendirian naik motor, alasan istri saya. Ya sudah, kalau itu memang maunya saya tidak bisa memaksa. Sebenarnya sempat diledek juga oleh beberapa teman kantor lainnya terkait hal ini. Mereka bilang maklumlah, lagi kangen-kangenan karena sudah beberapa bulan terpisah. Saya dan istri hanya tersenyum saja mendengarnya. Kami sementara ini memang terpisah. Saya kuliah lagi mengambil S2 di UI sementara keluarga saya di Jayapura. Bertemu dengan keluarga adalah ketika waktunya libur kuliah. Dan saat itu memang sedang liburan kuliah.

Dalam perjalanan menuju Waena kembali ke rumah, saat itu masih baru keluar dari lingkungan perumahan Doyo Baru dan memasuki jalan kompleks perkantoran pemerintahan Kabupaten Jayapura, anak kami, Hana, tidak tenang. Sepanjang perjalanan mengamuk, entah kenapa. Istri saya sempat kewalahan dan saya juga tidak tenang mengendarai motor. Kemudian kami putuskan untuk mampir sejenak di sebuah masjid dekat area pertokoan Borobudur untuk menunaikan sholat Ashar. Biar lebih tenang sembari memeriksa kondisi anak kami Hana, mungkin popok yang dia pakai penuh dan harus diganti makanya dia merasa tidak betah? Mengikuti kata hati saja dan saya membelokkan motor masuk ke area parkir masjid tersebut. Istri saya tidak berkomentar apapun dan sepertinya sangat menyetujui apa yang saya lakukan. Istirahat sejenak di beranda masjid, sebelum sholat. Ketika diperiksa tidak ada yang aneh dengan Hana. Popoknya masih kering. Diberi ASI tidak mau. Malah asyik bermain di beranda masjid tersebut.

Setelah sholat dan merasa tenang dan kami juga telah memastikan tidak ada apa-apa dengan Hana, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Lagi-lagi hal serupa terjadi. Baru sebentar keluar dari masjid, Hana mulai mengamuk lagi. Saya dan istri bingung. Akhirnya kami tetap meneruskan perjalanan. Mungkin karena kecapean dan kehabisan energi setelah mengamuk, akhirnya Hana tertidur. Masih dalam perjalanan. Alhamdulillah, akhirnya Hana bisa tenang. Jangan-jangan dia mengantuk mau tidur makanya sampai mengamuk seperti itu, pikir kami saat itu. Dari awal perjalanan, baik pergi maupun pulang, saya sudah menerangkan bahwa kecepatan maksimum yang saya lakukan yaitu 30 km/jam. Pelan memang. Yang penting selamat. Safety first.

Kejadian itu pun terjadi. Beberapa saat setelah melewati Kampung Harapan, dari jauh saya sudah melihat ada truk yang berusaha menyalip mendahului sebuah mobil kijang. Rupanya pengendara kijang tidak memberikan ruang kepada truk tersebut sehingga posisi keduanya sejajar dengan truk mengambil posisi hak jalanan kendaraan lawan arah. Dari jauh saya sudah melihatnya. Entah kenapa saya langsung minggir dan menghentikan motor tetapi mesin masih dalam keadaan menyala. Di lain pihak, ada sebuah motor mio yang juga berusaha menyalip motor saya dari posisi sebelah kanan kami. Brakkk..begitu cepat semua kejadian terjadi. Si pengendara motor mio rupanya tidak menyadari ada kejadian kebut-mengebut antara truk dan kijang yang saling mendahului. Begitu kerasnya ia menabrak truk tersebut. Antara motor dan pengendara terlempar jauh kedua posisi tempat yang berbeda. Saking cepatnya, motor yang saya kendarai pun terjatuh. Rupanya akibat benturan yang sangat keras dari pengendara mio yang terlempar jauh dan mengenai kami yang masih berada di atas motor yang berhenti di pinggir jalan. Saya, istri dan anak terjatuh. Istri saya sempat terlempar ke belakang dengan posisi masih menggendong anak. Anak saya juga hampir terlempar dari gendongan istri. Menangis keras karena kepalanya sempat terbentur jalan. Sementara saya sendiri terjatuh dan tertimpa motor. Mesin motor langsung mati. Sekilas saya sempat melihat tubuh pengendara motor mio yang berada dekat saya tergeletak diam tak bergerak. Dari wajahnya mengluarkan darah segar. Sepertinya dari hidung. Seorang gadis muda, pendatang, memakai kerudung. Karena Saya panik melihat istri dan anak menangis, buru-buru saya menghampiri mereka dengan menahan sakit di kaki akibat benturan. Saya tinggalkan gadis muda tersebut karena sudah ada beberapa orang yang menolongnya. Istri saya menangis karena merasa khawatir terhadap benturan kepala anak saya dengan jalanan akibat sempat terlempar dari gendongannya. Saya sempat memeriksa kondisi mereka. Kepala Hana pun tak luput saya periksa, sedikit memar. Alhamdulillah, keluarga saya tidak apa-apa. Masih dilindungi oleh Allah SWT dari kecelakaan maut tersebut.

Setelah memastikan kondisi keluarga baik-baik saja, dengan emosi saya hampiri pengendara truk dan melemparkan bogem mentah di wajahnya. Pendatang juga. Sempat terlontar makian juga kepadanya karena kesal luar biasa. Hampir saja mau saya pukul dengan helm yang saya pegang. Karena terhalang kaca truk, supir masih dalam truk tidak berani keluar, akhirnya saya hanya bisa memukul dengan tangan kosong ke muka si supir truk melalui celah kaca jendela truk yang sedikit terbuka. Melampiaskan emosi yang tertahan. Polisi sempat melerai. Sementara korban kecelakaan yaitu gadis muda berkerudung sudah dilarikan menuju rumah sakit terdekat. Saya tidak mengetahui dengan jelas, apakah masih hidup atau sudah meninggal di tempat. Yang saya ketahui hanya wajah gadis muda berkerudung tersebut mengeluarkan darah segar.

Akibat kejadian tersebut motor Honda Beat saya sempat sulit untuk dihidupkan kembali mesinnya. Sempat ngadat. Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya hidup juga. Dengan sisa-sisa energi yang ada dicampur menahan sakit, menahan emosi, bayangan-bayangan kejadian tadi, kami melanjutkan perjalanan pulang. Rupanya ini kejadian yang ingin disampaikan dari pertanda gelisah, tidak tenang dan mengamuknya Hana tanpa alasan yang jelas. Bukan karena dia mengantuk. Tidak biasa memang Hana berperilaku seperti itu. Biasanya jika dibawa berkendara dia sangat senang. Pun ketika kami melakukan perjalanan pergi ke rumah Pak Supanto tadi siang. Sore itu berbeda. Saat perjalan pulang dari rumah Pak Supanto. Mengamuk sepanjang perjalanan pulang menuju rumah kami di Waena. Kejadian ini membuat trauma yang mendalam bagi istri saya. Sampai sekarang, setiap akan ke Sentani, saat melewati tempat kejadian, istri saya gelisah dan diam seribu bahasa. Selalu teringat kejadian tersebut. Dan dia juga tidak mau naik motor (lagi) jika akan ke Sentani.

Bayangan kecelakaan itu muncul kembali ketika mendengar kabar seorang ustazah, pejuang dakwah, ustadzah Yoyoh Yusroh, meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di tol Kanci Cirebon ketika akan melakukan perjalanan pulang dari Jogja menuju Jakarta. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ustadzah Yoyoh meninggal, sementara suami dan anaknya di rawat di rumah sakit. Selamat jalan bunda. Selamat jalan mujahidah dakwah. Masih teringat foto jenazah beliau yang di-upload seorang teman di jejaring sosial facebook. Jenazahnya tersenyum. Tenang menyambut panggilan Rabb-nya. Subhanalloh. Orang baik sumber pelita ilmu ‘dipanggil’ dengan segera oleh Allah, sementara kita para pendosa diberi kesempatan yang lebih lama untuk bertobat dan memperbaiki diri. Padahal kematian setiap saat bisa menjemput siapa saja, termasuk kita para pendosa.

Saya memang tidak begitu mengenal secara personal ustazah Yoyoh. Istri saya bilang, beliau orangnya cerdas dan pemahaman akan ilmu agamanya lumayan luas. Istri saya malah sempat mengikuti pengajian beberapa kali dengan beliau di Depok. Beberapa teman di facebook yang pernah mengenal beliau mengatakan hal yang sama, beliau orang baik. Setidaknya kejadian ini bisa mengingatkan kita akan kematian yang akan menjemput kapan saja. Siap atau tidak siap. Suka atau tidak suka. Cepat atau lambat pasti akan menghampiri. Semua orang hanya tinggal menunggu giliran. Perbanyak amal ibadah sebagai bekal menuju akhirat sebelum semuanya terlambat. Tak ada manusia yang sempurna dan bersih dari dosa, manusia yang beruntung adalah manusia yang selalu mengingat-ingat akan dosa yang dilakukannya dan senantiasa terus menerus meminta ampunan kepada Sang Maha Pencipta. Penguasa alam semesta. Allah SWT. Hanya dengan mengingat mati maka hati ini akan senantiasa hidup. Senantiasa memperbaiki diri dan bermuhasabah memohon ampunan sebagai upaya bekal menuju kehidupan akhirat.

‘Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan’. (QS. Al Anbiyaa’ : 35)

Selasa, 24 Mei 2011

Selasa, 24 Mei 2011

The Secret Admirer

Tiba-tiba ponsel-ku berdering..

Kulihat sebuah nomor asing, nomor yang tidak tersimpan dalam buku telepon di ponsel-ku.

‘Assalamu’alaikum, punteun ini dengan Kang Ahmad...?’ suara perempuan di ujung sana.

‘Wa’alaikum salam. Benar, ini dengan Ahmad. Maaf, siapa ya?’ jawabku

‘Adik kelas Kang. Bisa ketemu ga Kang?’ lanjutnya tanpa menyebut nama menjawab pertanyaanku.

‘Boleh, ada perlu apa ya?’ tanyaku kembali

‘Ada yang perlu saya tanyakan dan diskusikan Kang. Hmm, saya ke kos Kang Ahmad sekarang ya?’ kata suara perempuan tersebut

‘Eh, jangan di kos. Kita ketemuan di gerbang kampus aja ya..?’ jawabku. Saat itu memang sudah sangat sore, sekitar jam empat. Mana mungkin aku menerima tamu yang bukan menjadi muhrim-ku di kos. Apa kata teman-teman kos nanti? Aku tidak mau menimbulkan fitnah yang macam-macam di tempat kos ini.

‘Baiklah Kang, ketemuan di gerbang kampus aja. Setengah jam lagi kita ketemu ya. Saya masih di kampus nih..’ katanya menyetujui usulanku.

Segera bergegas aku menuju ke gerbang kampus. Dari tempas kos ku memang tidak begitu jauh, kurang lebih memakan waktu sekitar 15 menit. Waktu yang sangat cukup mengingat kami janji ketemu setengah jam ke depan. Tidak apa-apa bagi saya untuk menunggu. Sepanjang perjalanan menuju gerbang kampus, dalam hati saya bertanya-tanya, siapa ya perempuan ini? Dia bilang adik kelasku. Ada urusan apa tiba-tiba dia meneleponku? Apakah mungkin urusan bisnis barangkali? Tahu darimana dia nomor ponsel-ku? Sepertinya aku tidak pernah menyebarkan nomor ponsel secara sembarang apalagi memberikan kepada orang-orang yang tidak aku kenal. Rasa penasaran terus menyelimutiku.

Sampai depan gerbang kampus kukirim pesan melalui sms bahwa aku sudah tiba di depan gerbang kampus. Aku bilang padanya bahwa aku menunggu di seberang gerbang kampus di depan pos polisi. Bahkan aku sebutkan pula pakaian yang aku kenakan dan topi yang biasa aku pakai saat itu. Ya, aku memang penggemar topi. Pergi ke luar rumah selalu memakai topi. Biar mudah dikenali dari jauh pikirku.

Sampai waktu yang ditentukan, ternyata perempuan tersebut belum datang. Aku masih tetap menunggu. Setelah beberapa menit dari waktu yang ditentukan, kembali aku sms dia. Menanyakan sudah sampai mana dirinya? Kok sampai sekarang belum muncul juga. Masih ada keperluan lain yang harus kuselesaikan ketimbang menunggu orang yang tidak pasti dan belum tentu aku kenal. Sekian lama menunggu akhirnya aku putuskan untuk kembali ke kos dan berniat akan menyelesaikan urusan lainnya. Saat akan pulang  pun aku masih sempat mengirim sms kepadanya memberitahu bahwa aku tidak bisa menunggu lebih lama karena masih ada keperluan lain yang harus diselesaikan dan pulang ke tempat kos. Setidaknya aku tidak berbuat zhalim karena pulang tidak memberi kabar.

Dalam perjalanan pulang tiba-tiba ada sms masuk ke ponsel-ku. K’ Ahmad, pntn y. Td ad kjadian mnda2k yg mbwt sy tdk bs mnpati janji utk brtemu. Tmn sy tb2 skt n sy hrs mgantarny plg. Kwtr dia knp2 djln Kg. Skrg sy sdh d pangdam. Citra (Kang Ahmad, punteun ya. Tadi ada kejadian mendadak yang membuat saya tidak bisa menepati janji untuk bertemu. Teman saya tiba-tiba sakit dan saya harus mengantarnya pulang. Khawatir dia kenapa-kenapa di jalang Kang. Sekarang saya sudah di pangdam. Citra. pangdam : pangkalan damri, red). Oh, ternyata ada kejadian tersebut. Pantas saja dia sejak tadi tidak membalas beberapa sms yang aku kirim. Citra? Adik kelasku? Siapa ya dia? Sepertinya aku tidak pernah mengenal perempuan bernama Citra di kampus. Yang membuatku penasaran adalah ada urusan apa Citra denganku? Berbagai pikiran melintas dibenakku.

Segera aku balas sms-nya. Ya, gpp. Smg tmnmu lks smbh. Btw, ini Citra yg mn ya? Sbnrny ada perlu apa dg sy? (Iya, tidak apa-apa. Semoga temanmu lekas sembuh. By the way, ini Citra yang mana ya? Sebenarnya ada perlu apa dengan saya?). Kembali kuterima sms dari Citra. Gada papa Kg. Hmm, sbnrny sy ingin ngbrl lbh jauh dgn K’ Ahmad. Sy ingin mgenal Akang lbh dkt. Sy suka Akang. (Tidak ada apa-apa Kang. Hmm, sebenarnya saya ingin ngobrol lebih jauh dengan Kang Ahmad. Saya ingin mengenal Akang lebih dekat. Saya suka Akang).

Masya Allah..terjawab sudah rasa penasaranku. Rupanya ini urusan yang masih samar tadi. Citra dengan urusan cinta. Perempuan ini agresif sekali. Pantas saja dia tiba-tiba ingin menemuiku. Sampai minta bertemu di tempat kos-ku pula. Fiuh, untungnya janji pertemuan tadi batal. Bagaimana jadinya jika pertemuan itu terlaksana? Tidak terbayangkan olehku. Aku abaikan saja sms tersebut dan tidak membalasnya. Menurutku lebih baik tidak perlu ditindaklanjuti karena hal ini sudah di luar prinsip hidup yang aku yakini kebenarannya.

Ahmad namaku. Singkat memang. Banyaknya amanah organisasi mahasiswa di kampus yang aku ikuti tidak serta merta membuat aku lalai dengan kewajibanku yang utama datang ke Bandung. Kuliah. Aku kuliah di FMIPA salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung. Karena hobiku Fisika sejak mengenalnya di SMA maka aku melanjutkan kuliah pada Jurusan Fisika. Meski dikenal sebagai aktivis mahasiswa yang penuh dengan agenda rapat dan kegiatan tetapi aku berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan prestasi akademikku di kampus. Alhamdulillah predikat cum laude selalu aku raih pada setiap semester. Beban moral kepada orang tua yang dengan susah payah mencari uang membiayai kuliahku menjadi motivasi terkuat aku untuk tidak santai-santai saat kuliah. Aku memang bukan dari keluarga kaya, bapakku hanya buruh pabrik dengan penghasilan rendah sementara ibu buruh cuci mengambil pakaian di tetangga. Kami tinggal di Jakarta sebelah utara, kawasan padat pemukiman di daerah Tanjung Priuk. Selain kuliah dan sibuk di organisasi mahasiswa, aku juga berdagang. Mulai dari berdagang koran, makanan kecil, pernak-pernik dan lainnya pernah aku lakukan. Semua aku ambil dari orang dan aku hanya menjualnya kembali. Belum sampai pada tahap produksi sendiri. Yang penting bisa menghasilkan uang. Sejak sekolah SMP jiwa berbisnisku sudah ada. Niatku hanya satu yaitu berusaha untuk meringankan beban orang tuaku dalam membiayai kuliahku dan juga  kedua adikku yang masih bersekolah di SMA dan SMP. Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Adikku anak kedua namanya Taufik dan Adikku anak ketiga namanya Salamah. Sejak sekolah dulu prestasi belajarku termasuk yang di atas rata-rata. Karena prestasi akademikku yang tergolong diatas rata-rata itulah aku menerima beasiswa PPA (Pengembangan Potensi Akademik) dari kampus. Tidak besar memang dananya, tetapi aku tetap bersyukur telah memperoleh beasiswa tersebut.

Bermalas-malasan dan menyerah begitu saja pada keadaan tidak pernah ada dalam kamus kehidupanku. Kuliah, berbisnis, berorganisasi mahasiswa di kampus sudah menjadi rutinitasku sehari-hari selama beberapa tahun sejak aku mulai kuliah di kampus ini. Krisis moneter tahun 1998 yang terjadi pasca keruntuhan Rezim Suharto semakin membuat keadaan ekonomi negara ini serba susah. Makanya aku tidak bisa hanya bersantai-santai dan bermalas-malasan dalam menjemput rejeki. Aku masih kuliah tingkat tiga. Alhamdulillah, selama menjalani semuanya tidak ada kendala yang berarti. Kuncinya manajemen waktu dan komitmen tinggi serta disiplin dalam hal apapun pada diri sendiri. Di kampus aku terlibat aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Fisika, LDK FMIPA dan BEM FMIPA. Belum lagi organisasi mahasiwa muslim tingkat nasional. Sangat padat memang aktivitasku di organisasi mahasiswa. Sejak SMA saya memang sudah senang berorganisasi, terutama di OSIS dan Rohis. Saat ini posisiku menjabat sebagai ketua BEM FMIPA. Untuk HMJ memang saat ini sudah berganti kepengurusan dan aku tidak terlalu terlibat aktif di dalamnya. Tahun lalu aku menjabat sebagai ketua. Saat ini fungsiku di HMJ hanya sebagai dewan penasihat bagi pengurus sekarang yang notabenenya adalah adik tingkatku di jurusan. Sedang di LDK FMIPA aku sejak awal kuliah masih terlibat aktif sebagai bagian dari keluarga besar LDK FMIPA tetapi tidak terlibat dalam kepengurusan organisasi secara total. Tahun lalu aku menjabat sebagai ketua bidang kaderisasi. Untuk tahun ini totalitas kegiatan organisasi mahasiswaku hanya di BEM FMIPA karena posisiku sebagai ketua. Dengan banyaknya aktivitasku itulah tidaklah heran jika begitu banyak orang yang mengenalku di kampus.

Aku memang dari keluarga kurang mampu. Aku memiliki ponsel karena ini untuk mempermudah semua urusanku. Yang terutama memang untuk kepentingan bisnis dan kegiatan organisasi mahasiswa yang aku jalani. Ponsel masih menjadi barang mewah bagi sebagian orang di era krisis moneter tahun 1998 seperti sekarang ini. Ponsel kelas rendah yang kumiliki, kuperoleh dari mengumpulkan sisa keuntunganku berdagang. Meski sangat sederhana, keberadaan ponsel ini benar-benar sangat membantuku dalam menjalani semua kegiatan rutinku sehari-hari sebagai mahasiswa.

Karena sms yang dikirim tidak aku balas, maka tiba-tiba Citra kembali meneleponku. Malas aku menjawabnya. Urusannya sudah jelas. Sengaja kudiamkan saja. Beberapa kali dia meneleponku. Dan beberapa kali itu pula telponnya tidak aku jawab. Entah karena kesal atau apa, telepon dia berkali-kali tidak aku jawab akhirnya dia mengirimkan sebuah sms. Marah sepertinya, terlihat dari huruf kapital yang ada di sms-nya dan sms-nya tanpa memakai singkatan. HAI LAKI-LAKI SOMBONG. LO TUH BELAGU BANGED SIY. GUA UDAH TELP BERKALI-KALI GA  LO ANGKAT. KALO LO EMANG GA MAU TERIMA CINTA GUA YA UDAH, MASIH BANYAK LAKI-LAKI YANG LEBIH HEBAT DARI LO. RESE LO. PUNYA MULUT TUH DIPAKE JANGAN CUMA BISANYA DIEM DOANG. BANCI LO!!!

Astaghfirulloh..kok jadi begini urusannya? Dua buah sms yang isinya caci maki terhadap diriku. Benar-benar sangat kasar sekali. Sabar...sabar...sabar. Jangan terbawa emosi, jangan biarkan setan menguasai pikiran dengan membalas cacian dengan cacian kembali. Tidak akan menyelesaikan masalah. Segera aku balas smsnya. Citra yang baik, mohon maaf sebelumnya. Saya memang tidak bisa menerima cintamu karena menurut saya cinta yang kamu ungkapkan semu adanya. Bukan karena Allah SWT semata. Terima kasih atas rasa cinta yang kamu ungkapkan kepada saya. Satu hal yang perlu kamu ketahui, bukannya saya tidak mau menjawab telepon dari kamu. Saya sengaja menghindar agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan lebih lanjut. Saya tidak mau memberi peluang kepada setan untuk menggoda iman saya melalui perempuan yang memang belum saatnya menjadi halal bagi saya. Ada sebuah ayat Qur’an yang berbunyi : ‘Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk’ (QS. 17:32). Inilah salah satu prinsip hidup yang saya yakini kebenarannya. Mendekati saja kita dilarang apalagi sampai melakukannya. Berpacaran akan membuka peluang setan menggoda kita untuk bermaksiat kepada Allah SWT karena telah melanggar ayat tersebut. Saya tidak ingin melakukannya. Kalau memang kita berjodoh, saya berharap semoga Allah SWT mempertemukan kita dalam pertemuan yang lebih barokah karena Allah SWT semata dan bukan seperti ini. Dan jika kita tidak berjodoh, seperti kata kamu, semoga kamu mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari saya. Mohon maaf atas semua kejadian ini, semoga kamu mengerti dan hormat saya untuk kamu.

Panjang lebar sms yang aku kirimkan kepadanya untuk menjelaskan semua, sampai 7 buah sms. Tentunya sms tersebut tidak langsung satu kali kirim karena ponsel yang kumiliki ada keterbatasan dalam jumlah karakter ketika mengirimkan sms. Terpotong menjadi beberapa sms. Aku memang salah seorang yang memiliki prinsip tidak mau berpacaran tetapi langsung menikah. Apalagi statusku di kampus merupakan salah satu aktivis mahasiswa penggiat dakwah Islam. Sikapku ini dan sms yang aku kirimkan kepadanya merupakan salah satu bagian dari dakwah. Memang sudah sangat sering aku mendapat kiriman salam dari perempuan-perempuan di kampus melalui teman-temannya. Tidak secara langsung. Biasanya aku hanya tersenyum dan menjawab wa’alaikum salam. Sekedar itu saja. Tetapi kali ini ternyata berbeda. Ada seorang perempuan yang berani mengungkapkan perasaannya kepadaku secara langsung. Jika memang sudah tiba saatnya nanti, aku yakin Allah SWT akan memberikan jodoh terbaik untukku. Ada sebuah ungkapan ‘laki-laki yang baik akan berjodoh dengan perempuan yang baik pula, begitu pula dengan laki-laki pezina akan berjodoh pula dengan perempuan pezina’. Saat ini aku hanya berusaha untuk senantiasa terus menerus memperbaiki kualitas diri agar Allah SWT nantinya akan memberikan jodoh seorang perempuan yang terbaik. Amiin.

Rupanya sms yang aku kirimkan tidak dibalas kembali oleh Citra. Sudahlah, biarkan saja. Yang penting aku sudah berusaha menjelaskan semuanya agar tidak terjadi kesalahpahaman lebih lanjut. Semoga saja dia memahaminya. Citra dengan urusan cinta. The secret admirer. Aya-aya wae..

Senin, 23 Mei 2011

Minggu, 22 Mei 2011

Turbulensi

Pengalaman saya waktu pertama kali naik pesawat terbang pada tahun 1997. Saat itu masih masih duduk di tingkat empat STM. Ya, sekolah saya memang empat tahun. STMN Pembangunan Jakarta. Di tingkat empat tersebut, semua siswa diwajibkan untuk mengikuti PKL (Pengalaman Kerja Lapangan) atau dulu pernah dikenal dengan istilah PSG (Pendidikan Sistem Ganda), maksudnya antara pendidikan di sekolah dan juga di industri. Ketika PKL tahun 1997, saya dan beberapa teman diterima menjadi siswa PKL pada PT Citra Sari Makmur (CSM) yang bergerak dalam jasa komunikasi satelit. Sebenarnya perusahaan tersebut tidak sesuai dengan jurusan kami Elektronika Industri dan Komputer dan jurusan Elektronika Komunikasi yang paling tepat. Karena PKL ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan semua siswa sebagai salah satu prasyarat untuk lulus sekolah dan saat itu mencari rekanan perusahaan yang mau menampung siswa PKL sangat sulit, akhirnya saya dan beberapa teman tetap menjalaninya. Yang penting masih ada kata Elektronika pada jurusan kami.
Kebetulan saat itu oleh perusahaan kami ditempatkan di divisi operasional yang menangani instalasi (pemasangan), maintenance (perawatan) dan pembongkaran peralatan penunjang komunikasi satelit. Teknologi yang digunakan adalah VSAT (Very Small Aperture Terminal). Lupa lagi saya dengan istilah tersebut, karena sudah meninggalkan dunia teknik sejak lulus STM dan kuliah di Jatinangor. Customer atau klien dari PT CSM yang memakai jasa komunikasi satelit sangat banyak sekali, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karenanya, perjalanan tugas luar kota bukan suatu hal aneh pada divisi operasional PT CSM. Memang ketika awal-awal kami melakukan kegiatan PKL di PT CSM, wilayah kerja yang ditangani hanya seputar jabodetabek. Tetapi setelah bulan kedua, akhirnya kamipun mendapat giliran untuk terbang ke luar kota. Pertama kalinya saya waktu itu ditugaskan ke Banjarmasin. Pengalaman pertama akan naik pesawat terbang nih..
Tiket sudah dapat, surat tugas sudah akhirnya tiba hari tersebut. Saya berangkat ke Banjarmasin berdua dengan karyawan PT CSM, Mas Aris (hehehe, sekarang bagaimana kabarnya dia? Sudah lama banget ga ketemu sejak selesai PKL dari PT CSM). Pesawat yang akan kami naiki rencananya Garuda Indonesia penerbangan pagi jam 6. Karena menghindari tertinggal pesawat makanya sejak jam 5 pagi kami sudah berada di bandara Cengkareng menunggu keberangkatan. Pada jadwal yang telah ditetapkan ternyata ada pengumuman pesawat ditunda (delay). Gubraks, baru pertama kali mau naik pesawat eh ternyata sudah mengalami yang namanya delay. Yang membuat jengkel adalah penundaan keberangkatan tidak diberitahukan sampai berapa lama. Sebagai penumpang, mau tidak mau akhirnya kami menunggu. Hampir mati gaya rasanya kami menunggu keberangkatan. Akhirnya setelah cukup lama menunggu sekitar 6 jam lebih, pada jam 12 lewat maskapai Garuda Indonesia mengumumkan bahwa pesawat yang akan terbang ke Banjarmasin tidak jadi berangkat hari itu karena faktor asap akibat kebakaran hutan di Kalimantan dan baru akan terbang pada esok hari. Tahun 1997 memang terjadi banyak kebakaran hutan di beberapa wilayah Indonesia akibat pembukaan lahan dengan cara membakar.
Kesal luar biasa kami alami sebagai penumpang. Dan hal yang paling menjengkelkan adalah tiket tidak bisa dikembalikan. Akhirnya saya pasrah saja, karena saya juga tidak tahu harus bagaimana, maklumlah baru pertama kali akan naik pesawat. Rupanya Mas Aris tidak menyerah begitu saja. Dia berusaha mencari jalan. Dia bilang pokoknya kami harus terbang ke Banjarmasin hari itu. Wuih, nekat bener nih orang. Sudah jelas-jelas diumumkan bahwa kondisi udara disana tidak layang terbang karena tertutup asap kebakaran hutan tetapi tetap saja keukeuh ingin berangkat juga. Bagaimana kerbau dicocok hidungnya saya menurut saja apa maunya Mas Aris. Lah, saya juga tidak tahu harus berbuat apa? Ternyata langkah yang dilakukan Mas Aris saat itu adalah mendatangi maskapai penerbangan lainnya. Seingat saya Merpati Nusantara yang menjadi tujuan Mas Aris. Akhirnya dengan kemampuan negosiasi Mas Aris kami jadi berangkat ke Banjarmasin naik Merpati Nusantara. Memang ternyata hanya Merpati Nusantara satu-satunya maskapai penerbangan yang berani untuk terbang ke Banjarmasin dari beberapa maskapai yang ada saat itu. Uniknya, tiket pesawat Garuda Indonesia kami bisa dipakai pada Merpati Nusantara. Entah bagaimana caranya Mas Aris bernegosiasi dengan petugas ticketing Merpati Nusantara. Waktu itu saya sempat bertanya kepada Mas Aris kenapa bisa? Dia menjawab iya bisa, di-switch. Entah apa maksudnya saya tidak bertanya lebih jauh.
Untuk terbang ke Banjarmasin kami tidak lagi menunggu lama karena jadwal keberangkatan pesawat jam 1 siang, sedangkan saat itu sudah jam 12 lewat. Hampir setengah satu. Akhirnya, jadi juga saya naik pesawat hari itu. Saat naik ke pesawat, jenis pesawat yang dipakai adalah Foker 28. Pesawat dengan kategori kecil. Di dalam pesawat, kebetulan mendapat seat dekat pintu darurat, saya perhatikan dengan seksama sepertinya pintunya sudah pernah dibuka secara darurat karena sudah agak longgar. Saya bisa membedakan antara pintu yang masih rapat dengan yang sudah longgar dengan pandangan kasat mata saja. Deg-degan juga nih rasanya jantung ini.
Saat take-off sudah dekat, sambil berdoa dalam hati agar selamat dalam penerbangan saat itu, ada perasaan cemas dan takut. Pengalaman pertama take-off pesawat. Fiuh, akhirnya pesawat dapat terbang dengan sempurna. Perasaan cemas dan takut masih saja menghantui, apalagi jika melihat pintu darurat pesawat yang sepertinya pernah terbuka. Sepanjang penerbangan saya diam seribu bahasa. Belum tenang rasanya. Ketika pesawat telah beberapa saat terbang di udara, mengalami goncangan atau dalam istilah penerbangan dikenal dengan turbulensi, semakin diam tak berkata apapun saya, pucat wajah ini. Dalam hati saya terus berdoa agar penerbangan saat itu aman..aman..dan aman. Mengingat tahun 1997 merupakan tahun yang sangat sering terjadinya kecelakaan pesawat. Kecelakaan fenomenal saat itu adalah jatuhnya pesawat Garuda Indonesia di Medan yang menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah ratusan orang. Jarak penerbangan dari Jakarta ke Banjarmasin memang tidak begitu lama, tidak sampai 1 jam sepertinya. Tetapi sepertinya sangat lama sekali saya rasakan saat itu karena merasa takut. Pada akhirnya pesawat pun tiba di wilayah udara Banjarmasin. Tapi kok, kenapa pesawat ini hanya berputar-putar saja di udara padahal pramugari sejak beberapa menit lalu sudah mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat, ada apa ini? Waduh, jangan-jangan...beberapa pikiran negatif sempat terlintas dibenak saya. Setelah beberapa kali berputar di udara, akhirnya pesawat pun landing. Ternyata jarak pandang pilot terhalang oleh asap kebakaran hutan dan sang pilot menunggu waktu yang tepat saat asap tidak begitu menghalangi jarak pandangnya untuk mendaratkan pesawat makanya ia berputar beberapa kali untuk mendapatkan waktu yang tepat tersebut. Pada saat proses landing puji syukur tidak ada kendala yang berarti. Dan pada akhirnya pesawat dapat mendarat dengan sempurna tiba di Bandara Banjarmasin. Selamat datang di Banjarmasin, saya bisa menarik nafas dengan sangat lega. Pengalaman pertama kali naik pesawat pun akhirnya bisa dilalui dengan penuh ketegangan luar biasa.
Minggu, 22 Mei 2011

Tinjauan Ekonomi Kesehatan di RSUD Cengkareng

Pendahuluan
Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan akibat dari dampak globalisasi ternyata tidak dapat diterapkan secara optimal pada negara berkembang dan menyebabkan negara tersebut menderita akibat jeratan hutang luar negeri yang membesar. Pertumbuhan ekonomi justru tidak mampu mewujudkan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya diperlukan revisi agenda pembangunan, yakni pembangunan sosial yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan. Pembangunan ekonomi harus disertai juga dengan pembangunan sosial, keduanya harus dilakukan seiringan secara seimbang, saling mengisi, saling melengkapi dan saling memperkuat.
Midgley (1995:25) dalam Adi (2008:51) mengemukakan definisi pembangunan sosial sebagai berikut : suatu proses perubahan sosial yang tererncana untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi.
Lebih lanjut Midgley (1995:23) dalam Adi (2008:54) mengatakan pembangunan sosial adalah pendekatan pembangunan yang secara eksplisit berusaha mengintegrasikan proses pembangunan ekonomi dan sosial, seperti dua sisi koin yang saling melengkapi satu sama lain. Pembangunan sosial tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna (meaningless) kecuali diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu kesatuan.
Terkait dengan luas lingkup dari kesejahteraan masyarakat ataupun kesejahteraan sosial, Spicker (1995:3) dalam Adi (2008:3-4) menggambarkan sekurang-kurangnya ada lima aspek utama yang harus diperhatikan. Kelima aspek ini dikenal dengan istilah “big five” yaitu : kesehatan, pendidikan, perumahan, jaminan sosial dan pekerjaan sosial. Karena alasan keterbatasan maka yang akan dibahas saat ini hanya salah satunya saja yaitu kesehatan. Hal ini sangat menarik untuk dibahas karena ada sebuah pameo mengatakan bahwa memang kesehatan bukanlah segala-galanya tetapi segala-galanya tanpa kesehatan tidak akan berarti apa-apa (meaningless). Misalnya, meskipun kita memiliki kekayaan yang berlimpah tetapi ketika kesehatan kita terganggu maka kita pun tidak bisa menikmati apa yang kita miliki tersebut. Kita juga tidak akan dapat beraktifitas secara produktif dan jika diukur secara ekonomi akan muncul opportunity cost karena hilangnya kesempatan untuk menghasilkan pendapatan.
Dalam bahasa Inggris kata ”Health” mempunyai dua pengertian dalam bahasa Indonesia, yaitu ”sehat” atau ”kesehatan”. Sehat menjelaskan kondisi keadaan dari subyek, misalnya anak sehat, orang sehat, ibu sehat dan sebagainya. Sedangkan kesehatan menjelaskan tentang sifat dari subyek, misalkan kesehatan manusia, kesehatan masyarakat, kesehatan individu dan sebagainya. Sehat dalam pengertian kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat diartikan keadaan seseorang yang dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari, dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai berikut : keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial.
Masalah kesehatan penduduk meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Orang usia lanjut biasanya menderita penyakit degeneratif dan penyakit kronis. Mereka mempunyai angka morbiditas tertinggi sehingga tuntutan akan pelayanan kesehatan meningkat pula. Mereka semakin sulit mandiri dan semakin tergantung pada orang lain. Berbagai gangguan kesehatan tidak teratasi karena faktor sosial, seperti ketidaktahuan dan faktor ekonomi. Faktor sosial yang terkait dengan usia lanjut ialah ageism, suatu sistem diskriminasi yang mengandung stereotip yang menggambarkan orang usia lanjut sebagai orang yang sakit, miskin dan kesepian. Faktor sosial yang diduga merupakan penyebab utama masalah kematian ialah kemiskinan yang gawat, dan kelangkaan akses ke pelayanan kesehatan dasar.
Conyers (1991:64) mengatakan bahwa bidang kesehatan memiliki masalah yang dapat menaikkan pembiayaan pelayanan kesehatan baik dengan latar belakang sosial maupun ekonomi. Sudut pandang sosial, suatu kenaikan biaya di bidang kesehatan seharusnya bisa membantu meringankan penderitaan manusia karena penyakit dan dalam beberapa hal dapat juga menyelamatkan nyawa; sedangkan sudut pandang ekonomi, masih memperdebatkan bahwa kemajuan kesehatan akan menaikkan produktifitas tenaga kerja.
Margaret Stacey (1977) dalam Santoso (2010) mengidentifikasi tiga dimensi konsep kesehatan yaitu 1) Kesehatan yang bertumpu pada konsep kesehatan individu atau kesehatan masyarakat; 2) Konsep kesehatan yang bertumpu pada kebugaran atau kesejahteraan; 3) Kesehatan yang bertumpu pada konsep promotif dan preventif.
Ketiga konsep tersebut dikembangkan di Indonesia, hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menyatakan bahwa Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.
Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat perlu didukung oleh tersedianya berbagai macam fasilitas kesehatan yang memadai, seperti sarana fasilitas kesehatan yang representatif, dan murah yang aksesnya mudah dicapai sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Masyarakat yang sehat tentunya akan dapat melakukan aktifitas dengan kondisi yang prima sehingga produktifitasnya pun dapat terjaga.
Masalah kesehatan dapat ditinjau dari segi ilmu ekonomi kesehatan. Karena sumber daya jumlahnya terbatas, sedangkan manusia mempunyai bermacam-macam keperluan maka terjadi persaingan untuk memperoleh sumber daya yang dapat dialokasikan untuk keperluan kesehatan. Masalah pengalokasian sumber daya ke dalam maupun di dalam bidang kesehatan inilah yang dipelajari ekonomi kesehatan.
Lebih lanjut Oscar Gish (1977:8) dalam Conyers (1991:64) mengatakan bahwa persoalan penerapan kriteria ekonomi dan keuangan pada sektor kesehatan benar-benar sukar karena hakekat pelayanan yang perlu disediakan, yaitu menyangkut masalah hidup atau mati manusia.
Konsekuensinya, setiap usaha untuk memotong pembiayaan kesehatan akan menghadapi tantangan yang tidak kecil dari banyak pihak.
Pemerintah bertanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan akan dilakukan pemerintah secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan melalui pencegahan penyakit (preventive), peningkatan kesehatan (promotive), pengobatan penyakit (curative), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative). Pemerintah juga memberikan hak yang sama kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan kebebasan untuk menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan sebagai alat penyembuhan (curative) penekanannya pada perawatan manusia yang sedang sakit dengan tujuan untuk menghindarkannya dari kematian dan mengurangi penderitaannya. Penekanan semacam ini telah direfleksikan dalam bentuk fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada, yang secara fundamental merupakan tempat di mana orang memerlukan perawatan serta terlihat juga dari cara latihan bagi tenaga-tenaga perawat kesehatan dan sikap masyarakat pada umumnya. Penekanan ini juga terlihat dari besarnya pengeluaran pemerintah bagi pelayanan kesehatan. (Conyers, 1991:65-66)
Terkait dengan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pemerintah Daerah DKI Jakarta pun telah mengupayakan secara optimal pelayanan kesehatan. Saat ini, pada tahun 2011, terdapat 7 buah rumah sakit (salah satunya RSUD Cengkareng), 43 puskesmas tingkat kecamatan dan 276 puskesmas tingkat kelurahan yang sebarannya sangat merata di seluruh wilayah DKI Jakarta untuk melayani seluruh masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng
RSUD Cengkareng mulai dibangun pada tahun 2001-2002, berdiri di lahan seluas 2,6 hektar. RSUD Cengkareng disiapkan untuk menjadi rumah sakit Pemda yang dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan profesional dengan fasilitas dan pelayanan yang dapat bersaing dengan rumah sakit swasta di Jakarta. Pelayanan rawat jalan, UGD, pelayanan apotik, laboratorium dan radiologi telah dimulai sejak tanggal 28 Oktober 2002 meskipun secara resmi RSUD Cengkareng baru dibuka peresmiannya oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Sutiyoso, pada tanggal 20 Mei 2003.
Pada tahun 2005-2006, berdasarkan Perda DKI Jakarta Nomor 14 tahun 2004, Akte Notaris Pendirian Persero dan SK Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan RS Cengkareng menjadi sebuah Perseroan Terbatas (PT). Tetapi kemudian pada tanggal 5 Oktober 2006, status PT RS Cengkareng dibubarkan dan menjadi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan yang menerapkan PPK BLUD. Beberapa hal yang berkaitan dengan BLUD diantaranya adalah :
- BLUD dibentuk oleh Pemerintah Daerah
- Kekayaan BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan
- Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang bersangkutan.
- BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat/badan lain.
Sejak tahun 2007 hingga saat ini status RSUD Cengkareng sebagai LTD dengan penerapan PPK BLUD. Transisi perubahan administrasi pengelolaan keuangan dari Persero ke PPK BLUD pun akhirnya mau tidak mau harus dilakukan. Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan selalu dilakukan dari tahun ke tahun oleh pihak manajemen RSUD Cengkareng melalui Kebijakan Prioritas dan Pengembangan Produk Layanan. Pada tahun 2009 RSUD Cengkareng mendapat predikat RSUD type B non pendidikan dari Kementerian Kesehatan RI.
Keunikan pada RSUD Cengkareng, mestipun rumah sakit ini milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetapi mayoritas pegawainya yaitu 95% bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS). Sedangkan yang berstatus PNS di rumah sakit ini hanya sebagian kecil saja yaitu direktur, wakil direktur, serta beberapa orang tenaga medis. Meskipun sebagian besar pegawainya bukan PNS tetapi pihak manajemen RSUD Cengkareng telah membuat formulasi sistem penggajian, insentif dan tunjangan yang sangat menarik sehingga kinerja serta profesionalitas seluruh pegawai di rumah sakit ini tidaklah diragukan. Untuk pekerjaan yang berkaitan dengan jasa kebersihan (cleaning service), keamanan (security) dan penyediaan makanan (catering) baik untuk pasien maupun pegawai rumah sakit maka pihak manajemen RSUD Cengkareng menggunakan perusahaan outsourcing.
Visi RSUD Cengkareng adalah menjadi rumah sakit terbaik di Indonesia dan terdepan di Asia Tenggara tahun 2020 dengan misi :
1) Memberikan pelayanan prima kepada seluruh masyarakat,
2) Mengembangkan manajemen rumah sakit yang profesional.
Untuk mencapai visi tersebut diatas maka selain diturunkan melalui misi yang ada maka upaya perbaikan dan pengembangan rumah sakit senantiasa dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan oleh pihak manajemen RSUD Cengkareng. Motto RSUD Cengkareng adalah upaya terbaik kami untuk kesehatan anda, dengan tetap memperhatikan nilai jujur, integritas, objektifitas, kemitraan dan unjuk kerja yang tinggi.

Rumah Sakit Berbasis Komunitas
Pada awalnya RSUD Cengkareng merupakan salah satu sarana penunjang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sesuai lokasinya yang sangat dekat dengan bandara sehingga hal ini dapat meningkatkan status bandara. Selain itu desain gedung dan bangunan RSUD Cengkareng disiapkan untuk menghadapi bencana (disaster plan). Oleh karenanya RSUD Cengkareng ini juga dilengkapi dengan fasilitas helipad dibagian atap gedung rumah sakit untuk mobilitas helikopter dari dan ke rumah sakit.
Lokasi yang sangat dekat dengan laut juga menjadi kelebihan lain rumah sakit ini sehingga RSUD Cengkareng menjadi rumah sakit rujukan untuk pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang tidak bisa ditangani oleh puskesmas bagi masyarakat DKI Jakarta yang tinggal di wilayah Kepulauan Seribu.
Kemudian RSUD Cengkareng ini berlokasi sangat dekat dengan pemukiman umum yakni berada di Perumnas Bumi Cengkareng Indah sehingga keberadaan sangat membantu masyarakat sekitar bahkan masyarakat sekitar pun ikut serta menjaga dan melestarikan keberadaan rumah sakit ini karena mereka menganggap bahwa RSUD Cengkareng sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak manajemen RSUD Cengkareng untuk menjadikan rumah sakit ini sebagai rumah sakit berbasis komunitas tentunya tidak dilakukan secara singkat. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat secara intensif pada akhirnya bisa berhasil dengan baik dan keberadaan rumah sakit ini benar-benar menjadi poin plus bagi masyarakat sekitar.

Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Heriyant (2007) mengemukakan beberapa indikator-indikator pelayanan rumah sakit dimana indikator-indikator pelayanan rumah sakit tersebut dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus :
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%
2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization stay of inpatient discharged during the period under consideration”. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus :
TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup +mati)
4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
BTO menurut Huffman (1994) adalah “...the net effect of changed in occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus :
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati) ) X 1000 ‰
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.
Rumus :
GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000 ‰

Dimensi Ekonomi dalam Pelayanan Kesehatan di RSUD Cengkareng
Mekanisme Pasar, Efisiensi dan Eksternalitas
Murti (2000) mengatakan bahwa masyarakat mewarisi pasokan sumber daya kesehatan terbatas. Sumber daya terlalu bernilai untuk dihamburkan begitu saja. Oleh karena itu, harus dialokasikan dengan efisien. Para ekonom dan pembuat kebijakan pada umumnya menggunakan paradigma pasar kompetitif untuk mencapai efisiensi. Dalam ekonomi kesejahteraan, dikenal dua teorema dasar. First Fundamental Theorem of Welfare Economics menyebutkan bahwa pasar kompetitif pada keadaan tertentu secara ekonomi bersifat efisien. Second Fundamental Theorem of Welfare Economics, menyatakan keadaan yang secara ekonomi efisien pada prinsipnya dapat dicapai oleh pasar kompetitif asal terdapat endowment awal yang layak.
Kondisi-kondisi yang dibutuhkan dalam model pasar kompetitif sebagai berikut :
1. Kemajemukan pelaku pasar. Kejamakan konsumen dan pemasok merupakan kondisi minimal yang dibutuhkan agar tidak ada satu pun aktor tunggal memiliki kekuatan untuk memainkan harga maupun memainkan jurnlah pasokan barang. Tidak boleh ada monopoli, oligopoli, monopsoni, kartel, dan sebagainya.
2. Tidak ada penghalang entry dan exit. Produsen baru bebas masuk pasar ketika melihat kemungkinan profit dan bebas pula keluar ketika bisnis tidak lagi menguntungkan. Pada keadaan ekullibrium tidak ada pendatang baru masuk ke industri, sebab semua perrnintaan pada saat itu sudah terpenuhi, tetapi peluang untuk masuk ke industri harus tetap ada.
3. Tak ada regulasi dari pemerintah yang menghambat. Kondisi ini memastikan bahwa tidak terdapat penghalang bagi entry dan exit. Sebagai contoh, tidak perlu ada syarat: lisensi untuk dapat ikut dalam produksi. Namun, ada kalanya pada saat yang sarna dibutuhkan regulasi pemerintah untuk mencegah perusahaan-perusahaan yang mapan agar tidak menghalangi masuknya produsen baru, misalnya regulasi dalam bentuk undang-undang antimonopoli.
4. Barang atau pelayanan bersifat homogen. Artinya, semua produsen memproduksi barang yang identik, sedemikian rupa sehingga tidak dapat dilakukan segmentasi pasar berdasarkan perbedaan barang.
5. Terdapat kesempurnaan informasi. Semua pembeli memiliki informasi lengkap tentang semua variabel-variabel relevan seperti harga-harga dan kualitas barang serta pelayanan, sehingga perusahaan tidak dapat mengenakan harga-harga barang tersebut secara berbeda karena ketidaktahuan konsumen.
Apabila kondisi-kondisi pasar kompetitif dipenuhi, tetapi tidak tercapai efisiensi, maka keadaan ini dikatakan sebagai kegagalan pasar (market failure). Salah satu penyebab kegagalan pasar adalah eksternalitas.
Sedangkan yang dimaksud dengan ekternalitas adalah suatu efek samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang merugikan. Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumber daya yang efisien tidak terpenuhi. Karakteristik barang atau sumber daya publik, ketidaksempurnaan pasar, kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan atau pengusahaan sumber daya (property rights) tidak terpenuhi. Sejauh semua faktor ini tidak ditangani dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini tidak bisa dihindari. Kalau ini dibiarkan, maka ini akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka panjang.
Menurut Knapp (1984) ada empat eksternalitas pada pelayanan sosial :
- Eksternalitas Produksi
- Eksternalitas Pelayanan
- Barang Publik
- Eksternalitas Pilihan Permintaan
Selanjutnya Murti (2000) mengatakan bahwa mekanisme pasar kompetitif merupakan paradigma ideal untuk mencapai efisiensi sumber daya kesehatan. Efisiensi sumber daya secara pribadi dicapai apabila manfaat marginal sama dengan biaya marginal. Harga pasar dikatakan efisien apabila sama dengan biaya marginal. Efisiensi sumber daya secara pribadi belum tentu efisien bagi masyarakat. Sebab, ada kemungkinan sebuah barang (atau pelayanan kesehatan) memberikan eksternalitas, yakni efek langsung dari produksi atau konsumsi barang terhadap orang lain yang bukan produsen atau konsumen tersebut, yang tidak masuk dalam kalkulasi harga. Eksternalitas positif cenderung rnengakibatkan produksi dan/atau konsumsi lebih rendah dari yang optimal, Sebaliknya, eksternalitas negatif cenderung mengakibatkan produksi dan/atau konsumsi lebih banyak dari yang optimal. Adanya eksternalitas memungkinkan peran campur tangan pemerintah dalam mekanisme pasar, misalnya pemberian subsidi.
Salah satu contoh menarik dalam bidang kesehatan adalah penderita penyakit TBC. Penyakit ini menular. Hal ini sudah menyangkut bukan hanya kesehatan individu yang terganggu tetapi sudah menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat sehingga kegiatan penyembuhan untuk penyakit ini dianggap sebagai public good (barang publik). Oleh karenanya untuk mencegah penularan yang lebih lanjut karena mungkin si penderita tidak mampu mengobati penyakitnya dengan pelayanan kesehatan yang ada sehingga dapat menimbulkan eksternalitas berjangkitnya penyakit TBC ini ke orang lain disekitarnya maka dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terkait dengan penyakit TBC ini ada intervensi dari pemerintah berupa pemberian subsidi untuk obat-obatan sehingga akses pelayanan pengobatan terhadap penyakit TBC ini bisa dijangkau dengan mudah oleh penderita. Hal ini juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan mencadangkan dana oleh sebesar 530 milyar rupiah untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu dan bekerja sama dengan 40 rumah sakit di DKI Jakarta termasuk RSUD Cengkareng.

Asuransi
Menurut Santoso (2010) cakupan asuransi amat sangat terbatas, hanya mencakup pekerja disektor formal dan keluarga mereka saja, atau hanya sekitar sepertiga penduduk dilindungi oleh asuransi kesehatan formal. Meski demikian mereka yang telah diasuransikanpun masih harus mengeluarkan sejumlah dana pribadi yang cukup tinggi untuk sebagian besar pelayanan kesehatan. Akibatnya kaum miskin masih belum memperoleh fasilitas pembiayaan secara merata sekalipun sekarang diberlakukan JAMKESDA ataupun JAMKESMAS dan masyarakat miskin masih kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah. Dampaknya masyarakat miskin (proletariat) menerima lebih sedikit subsidi dana pemerintah untuk kesehatan dibandingkan dengan penduduk yang kaya (bourgeoisie). Sebanyak 20% penduduk termiskin dari total penduduk menerima kurang dari 10% total subsidi kesehatan, sementara seperlima penduduk terkaya menikmati lebih dari 60%.
Untuk pelayanan kesehatan berbasis asuransi di RSUD Cengkareng sudah dilakukan hal ini terbukti dengan adanya pelayanan askes center. Pelayanan asuransi kesehatan diberikan tidak hanya untuk pegawai negeri sipil (PNS) tetapi masyarakat miskin yang memiliki JAMKESMAS (jaminan kesehatan masyarakat) sebagai salah satu bentuk dari asuransi kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu.
Dilema penyelenggaraan asuransi dilain pihak adalah timbulnya eksternalitas dengan meningkatnya market price (harga pasar) untuk mendapatkan layanan kesehatan ini yang diakibatkan dari kemampuan perusahaan asuransi dalam meng-cover pembiayaan peserta asuransi untuk menerima layanan kesehatan yang bermutu. Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi masyarakat yang tidak mampu yang tidak memiliki asuransi kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Pengenaan Pembayaran Harga/Biaya pada Konsumen (charging)
Dalam pelayanan kesehatan, karena sumber daya yang terbatas dan terjadi persaingan untuk memperoleh sumber daya tersebut maka tentu saja hal ini akan menimbulkan biaya. Menurut wikipedia, yang dimaksud dengan biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya berupa uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan barang modal.
Penyakit gagal ginjal misalnya, dalam terapinya dikenal dengan nama hemodialisa atau istilah lainnya cuci darah. Dalam hal ini, sumber daya berupaya peralatan untuk melakukan terapi hemodialisa harganya pun sangat mahal. Di RSUD Cengkareng sendiri, saat ini sudah terdapat 20 alat untuk terapi hemodialisa dengan pengenaan biaya untuk terapi ini sebesar Rp 800.000,- untuk pasien baru dan untuk re-use maka biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 600.000,-
Tujuan dari pengenaan pembayaran harga/biaya (charging) menurut Knapp (1984) adalah sebagai berikut :
- Menaikkan pendapatan
- Mengurangi permintaan
- Bersegernya prioritas
- Memeriksa penyalahgunaan dan memperbaiki aturan
- Bertindak sebagai simbol

Keberatan mengenai pengenaan pembayaran harga/biaya (charging)
Masalah yang muncul kemudian adalah tidak semua orang dapat melakukan persaingan tersebut dengan membayar biaya-biaya yang muncul untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Masyarakat miskin dan tidak mampu inilah yang merupakan kelompok rentan dalam mengakses pelayanan kesehatan. Minimal mereka bisa mengakses pelayanan kesehatan dasar secara baik. Oleh karenanya dalam hal ini, intervensi pemerintah sangat dibutuhkan. Untuk contoh kasus gagal ginjal di RSUD Cengkareng misalnya, dengan terapi yang harus sering dilakukan dan biaya yang dikeluarkan pasien untuk mendapatkan layanan ini untuk satu kali terapi sebesar Rp 800.000,- untuk pasien baru dan untuk re-use biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 600.000,- tentunya ini sangat memberatkan bagi masyarakat tidak mampu. Yang menarik adalah, ternyata hampir sebagian besar penderita gagal ginjal yang melakukan terapi hemodialisa di RSUD Cengkareng merupakan masyarakat tidak mampu oleh karenanya biaya yang dikeluarkan oleh pasien telah di-cover oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan mengalokasikan dana sebesar 530 milyar rupiah.
Kontradiksi Dasar Pemberian Layanan Kesehatan Berkualitas bagi Masyarakat Tidak Mampu
Jika berbicara tentang hal ini, tentunya pada RSUD Cengkareng tidak ditemui adanya kontradiksi dasar yang muncul dalam pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat yang tidak mampu terkait dengan sustainabilitas/keberlanjutan pemberian layanan yang berkualitas. Mengapa demikian? Karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan telah mengalokasikan dana sebesar 530 milyar rupiah untuk meng-cover pembiayaan layanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu yang memiliki KTP DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah bekerjasama dengan 40 rumah sakit, baik swasta maupun milik pemerintah, untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu. Tentunya hal ini juga berlaku di RSUD Cengkareng.
Pertanyaan lanjutan yang muncul adalah bagaimana jika masyarakat yang tidak mampu tersebut tidak memiliki KTP DKI Jakarta karena memang mereka berdomisili di wilayah sekitar DKI Jakarta seperti Tangerang atau Bekasi? Berdasarkan keterangan dari manajemen RSUD Cengkareng adalah mereka tetap dilayani dengan baik karena pengenaan biaya layanan kesehatannya ditagih melalui JAMKESMAS dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI yang bertanggung jawab dalam mengelola dananya.

Penutup
Pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan sosial dalam menyelenggarakannya tentunya terkait juga dengan ekonomi. Upaya-upaya yang dilakukan dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas tentunya diiringi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini karena terbatasnya sumber daya yang ada, dilain pihak permintaan akan layanan kesehatan ini sangat banyak maka timbul persaingan untuk mendapatkannya sehingga secara prinsip ekonomi mekanisme pasar lah yang berlaku. Bagi masyarakat yang tidak mampu tentunya hal ini sangatlah memberatkan. Oleh karena itu dibutuhkan intervensi pemerintah agar masyarakat yang tidak mampu dapat mengakses dengan mudah layanan kesehatan berkualitas, minimal layanan kesehatan dasar. Ketika masyarakat sehat maka tentunya hal ini akan dapat meningkatkan produktifitas masyarakat secara ekonomi maupun sosial.

Daftar Pustaka
Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas; Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Pers
Conyers, Diana.(1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga, Suatu Pengantar. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Knapp, Martin. (1984). The Economics of Social Care. Great Britain : Macmillan Publishers, Ltd
Lewis, Michael Anthony dan Karl Widelquis. (2001). Economics for Social Worker : The Application of Economic Theory to Social Policy and The Human Services. New York : Columbia University Press
Murti, Bishma. (2000). Mekanisme Pasar di Sektor Kesehatan dan Eksternalitas. Medika - No. 3 Tahun XXVI, Maret 2000, Hal. 182-184
http://sanbed.blogspot.com/2010/06/pelayanan-kesehatan-di-indonesia_25.html akses 24-03-2011
http://blog.unila.ac.id/young/sosiologi-kesehatan akses 24-03-2011
http://heryant.web.ugm.ac.id/artikel2.php?id=30 akses 24-03-2011
http://www.rsudcengkareng.com akses 24-03-2011
http://kandankilmu.blogdetik.com/files/2010/01/chapter-20-eksternalitas-barang-publik.ppt akses 31-03-2011
http://nuraini.staff.umm.ac.id/files/2010/01/EKSTERNALITAS-EKSTERNALITY1.ppt akses 31-03-2011
http://www.juliancholse.co.cc/2009/11/eksternalitas-dan-macam-macam-barang.html akses 31-03-2011
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik