Perkembangan Masa Hidup (life span). Pendekatan ini menekankan bahwa perubahan perkembangan terjadi selama masa kanak-kanak hingga dewasa. Perpektif masa hidup menekankan pada 7 kandungan dasar : perkembangan adalah seumur hidup, multidimensional, multidireksional,plastis, melekat secara kesejarahan, multidisiplin dan kontekstual (Paul Baltes,1987)
Perkembangan adalah seumur hidup (lifelong); Tidak ada usia yang mendominasi perkembangan. Perkembangan meliputi keuntungan dan kerugian, yang berinteraksi dalam cara yang dinamis sepanjang siklus kehidupan à tahap-tahap perkembangan.
Perkembangan adalah multidimensional; Perkembangan terdiri dari dimensi biologis, kognitif dan sosial. Misalnya : ada banyak komponen untuk intelegensia saja terbagi-bagi : abstrak, nonverbal, sosial
Perkembangan adalah multidireksional; Beberapa dimensi atau komponen dari suatu dimensi dapat meningkat dalam pertumbuhan, sementara dimensi atau komponen lain menurun. Misalnya : orang dewasa semakin arif dengan berbagai pengalaman, tetapi untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut kecepatan dalam memproses informasi lebih buruk.
Perkembangan adalah plastis (lentur); Penalaran orang dewasa bisa ditingkatkan melalui latihan.
Perkembangan melekat secara kesejarahan/dipengaruhi oleh kondisi kesejarahan; Pada wanita dewasa usia 30 tahun, tahun 60-an dengan tahun 90-an berbeda dalam orientasi karir.
Perkembangan dipelajari sejumlah disiplin; Mempelajari perkembangan manusia dari berbagai disiplin.
Perkembangan adalah kontekstual; Individu secara terus menerus merespons dan bertindak berdasarkan konteks yang meliputi biologis, kebudayaan, lingkungan fisik, konteks sosial, kesejarahan.
Teori ilmiah tentang life span.
Sigmund Freud : Psikoanalisa à tahap-tahap psikoseksual
Erik Erikson : tahap-tahap psikososial
Stanley Hall (1904) : studi tentang remaja à strom and stress pada masa remaja
Tahap berdasarkan usia
• Masa bayi (0-11/2 tahun)
• Masa Toddler ( 11/2 – 3 tahun)
• Awal masa kanak-kanak ( 4- 7 tahun)
• Akhir masa kanak-kanak ( 8-11 tahun)
• Awal masa remaja ( 12 – 15 tahun)
• Masa remaja sejati (16- 18 tahun)
• Awal masa dewasa ( 19-25 tahun)
• Kedewasaan dan masa tua ( 25 tahun ke atas)
Psychosocial stages, Eight Ages of Man.
• Tahap 1 : Basic Trust x Basic Mistrust (bayi)
• Tahap 2 : Autonomy X Shame and Doubt (1-3 thn)
• Tahap 3 : Initiative x Guilt (prasekolah)
• Tahap 4 : Industry x Inferiority (masa sekolah)
• Tahap 5 : Identity x Role Confusion (remaja)
• Tahap 6 : Intimacy x Isolation (dewasa awal)
• Tahap 7 : Generativity x Stagnation (pertengahan dewasa)
• Tahap 8 : Integrity X Despair (akhir dewasa)
Penerapan dan Manfaat Teori Life Span
Dalam praktek pekerjaan sosial teori life span digunakan untuk memahami suatu kondisi sosial yang menciptakan tekanan-tekanan (stressor) dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasi (cope) secara efektif. Selain itu teori ini juga digunakan untuk mendefinisikan situasi/keadaan yang membutuhkan bantuan : permasalahan dan pertumbuhan. Orang dilihat sebagai individu yang adaptif dan kreatif secara inheren dan mampu mentransformasi diri mereka sendiri dan kehidupan mereka, jika diberikan kebutuhan dukungan sosial.
Pekerja sosial bisa menganalisa seorang individu yang melakukan penyimpangan perilaku, salah satunya traumatik yang pernah dialami individu bermasalah tersebut dalam kehidupannya dengan menggunakan teori life span ini.
Contoh Kasus dan Solusinya Teori Life Span
Banyak kasus-kasus yang terjadi dimana seorang individu mengalami penyimpangan dalam berperilaku. Kasus Ryan Sang Jagal dari Jombang, Kasus Robot Gedek dan terakhir kasus Baikuni alias Babeh yang melakukan penyimpang perilaku seks phedofilia terhadap anak lelaki.
Jika ditelaah lebih lanjut, individu-individu yang mengalami kasus ini berawal dari trauma di masa kecil yang pada akhirnya menyebabkan perilaku individu tersebut menyimpang pada saat dia telah dewasa. Pengalaman trauma atas ‘perlakuan’ menyimpang yang dialami oleh orang-orang tersebut akan menyebabkan sang individu akan mengulangi hal yang sama ketika dia telah dewasa. Contoh lain adalah, ketika seorang anak mengalami perilaku kekerasan terhadap dirinya, maka menurut penelitian dia akan mengulangi hal sama kepada orang lain ketika dia dewasa kelak.
Pengalaman-pengalaman traumatik yang dialami oleh individu-individu yang mengalami penyimpangan perilaku harus sesegera mungkin disembuhkan, bahkan jika perlakuan tersebut terjadi ketika dia masih kecil sudah harus ditangani agar nantinya ketika anak tersebut dewasa maka dia tidak akan melakukan pengulangan hal yang sama.
Orang tua pun harus mengawasi anak-anaknya secara penuh agar tidak terjadi hal-hal tersebut. Terlebih-lebih orang tua tidak boleh melakukan tindak kekerasan terhadap anak-anak yang akan menyebabkan trauma kepada sang anak.
Sumber Pustaka
Johnson, Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II; Diindonesiakan oleh Robert M.Z. Lawang. Jakarta : Gramedia
Robbins, Susan P., Pranab Chatterjee, Edward R. Canda. (2006). Contemporary Human Behavior Theory; Critical Perspective for Social Work; Second Edition. United States of America : Pearson Education Inc.
Wagiyo, dkk. (2007). Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Universitas Terbuka
Zastrow, Charles H., Karen K. Kirst-Ashman. (2004). Understanding Human Behavior And The Sosial Environment; Sixth Edition. United State of America : Thomson Learning, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar