Rabu, 25 Mei 2011

Mengingat Mati

Masih terlintas dipikiranku kejadian kecelakaan lalu lintas yang saya dan keluarga kecil kami yang kami alami sesaat setelah pulang silaturahmi dari rumah teman kantor, Pak Supanto, memenuhi undangan beliau pada acara aqiqah kelahiran putri ketiganya. Kejadian terjadi pada bulan Januari lalu ketika saya sedang menikmati liburan semesteran kuliah. Sebenar ketika akan berangkat menuju rumah Pak Supanto di Doyo Baru Sentani, istri saya sudah menolak untuk naik motor. Mengingat perjalanan yang lumayan sangat jauh dengan medan perjalanan yang berkelok-kelok dan naik-turun wilayah perbukitan. Disisi lain kondisi motor kami saat itu memang tidak dalam kondisi yang baik, sedikit oleng dan belum sempat saya bawa servis ke bengkel. Tetapi saat itu saya ngotot tetap ingin membawa motor, biar ga ribet pikir saya waktu itu. Terasa malas jika harus naik turun angkot karena harus beberapa kali naik angkot dan belum lagi harus naik ojek dari jalan raya menuju rumah Pak Supanto. Singkat cerita, istri saya diam saja mendengar alasan saya dan akhirnya kami berangkat ke Sentani menggunakan motor Honda Beat. Saya pun berjanji kepada istri bahwa akan membawa motor dengan kecepatan yang lambat, pelan-pelan saja yang penting sampai tujuan dengan selamat. 30 km/jam. Kecepatan tertinggi yang saya tempuh. Safety first. Alhamdulillah saat perjalanan pergi menuju rumah Pak Supanto tidak mengalami kendala.

Saat akan pulang, seorang bos saya, pejabat eselon di kantor, menawarkan agar istri dan anak saya pulang bareng bersamanya karena kasian melihat anak kami harus berangin-anginan ria naik motor. Bos saya membawa mobil. Saya setuju sekali dengan usul tersebut. Saya minta istri agar ikut dengan Bu Engel naik mobil, kebetulan memang satu arah perjalanan pulangnya. Diluar dugaan, ternyata istri saya menolak. Dia bilang mau bareng saja bersama-sama dengan saya naik motor. Khawatir dengan saya jika pulang sendirian naik motor, alasan istri saya. Ya sudah, kalau itu memang maunya saya tidak bisa memaksa. Sebenarnya sempat diledek juga oleh beberapa teman kantor lainnya terkait hal ini. Mereka bilang maklumlah, lagi kangen-kangenan karena sudah beberapa bulan terpisah. Saya dan istri hanya tersenyum saja mendengarnya. Kami sementara ini memang terpisah. Saya kuliah lagi mengambil S2 di UI sementara keluarga saya di Jayapura. Bertemu dengan keluarga adalah ketika waktunya libur kuliah. Dan saat itu memang sedang liburan kuliah.

Dalam perjalanan menuju Waena kembali ke rumah, saat itu masih baru keluar dari lingkungan perumahan Doyo Baru dan memasuki jalan kompleks perkantoran pemerintahan Kabupaten Jayapura, anak kami, Hana, tidak tenang. Sepanjang perjalanan mengamuk, entah kenapa. Istri saya sempat kewalahan dan saya juga tidak tenang mengendarai motor. Kemudian kami putuskan untuk mampir sejenak di sebuah masjid dekat area pertokoan Borobudur untuk menunaikan sholat Ashar. Biar lebih tenang sembari memeriksa kondisi anak kami Hana, mungkin popok yang dia pakai penuh dan harus diganti makanya dia merasa tidak betah? Mengikuti kata hati saja dan saya membelokkan motor masuk ke area parkir masjid tersebut. Istri saya tidak berkomentar apapun dan sepertinya sangat menyetujui apa yang saya lakukan. Istirahat sejenak di beranda masjid, sebelum sholat. Ketika diperiksa tidak ada yang aneh dengan Hana. Popoknya masih kering. Diberi ASI tidak mau. Malah asyik bermain di beranda masjid tersebut.

Setelah sholat dan merasa tenang dan kami juga telah memastikan tidak ada apa-apa dengan Hana, kami pun melanjutkan perjalanan pulang. Lagi-lagi hal serupa terjadi. Baru sebentar keluar dari masjid, Hana mulai mengamuk lagi. Saya dan istri bingung. Akhirnya kami tetap meneruskan perjalanan. Mungkin karena kecapean dan kehabisan energi setelah mengamuk, akhirnya Hana tertidur. Masih dalam perjalanan. Alhamdulillah, akhirnya Hana bisa tenang. Jangan-jangan dia mengantuk mau tidur makanya sampai mengamuk seperti itu, pikir kami saat itu. Dari awal perjalanan, baik pergi maupun pulang, saya sudah menerangkan bahwa kecepatan maksimum yang saya lakukan yaitu 30 km/jam. Pelan memang. Yang penting selamat. Safety first.

Kejadian itu pun terjadi. Beberapa saat setelah melewati Kampung Harapan, dari jauh saya sudah melihat ada truk yang berusaha menyalip mendahului sebuah mobil kijang. Rupanya pengendara kijang tidak memberikan ruang kepada truk tersebut sehingga posisi keduanya sejajar dengan truk mengambil posisi hak jalanan kendaraan lawan arah. Dari jauh saya sudah melihatnya. Entah kenapa saya langsung minggir dan menghentikan motor tetapi mesin masih dalam keadaan menyala. Di lain pihak, ada sebuah motor mio yang juga berusaha menyalip motor saya dari posisi sebelah kanan kami. Brakkk..begitu cepat semua kejadian terjadi. Si pengendara motor mio rupanya tidak menyadari ada kejadian kebut-mengebut antara truk dan kijang yang saling mendahului. Begitu kerasnya ia menabrak truk tersebut. Antara motor dan pengendara terlempar jauh kedua posisi tempat yang berbeda. Saking cepatnya, motor yang saya kendarai pun terjatuh. Rupanya akibat benturan yang sangat keras dari pengendara mio yang terlempar jauh dan mengenai kami yang masih berada di atas motor yang berhenti di pinggir jalan. Saya, istri dan anak terjatuh. Istri saya sempat terlempar ke belakang dengan posisi masih menggendong anak. Anak saya juga hampir terlempar dari gendongan istri. Menangis keras karena kepalanya sempat terbentur jalan. Sementara saya sendiri terjatuh dan tertimpa motor. Mesin motor langsung mati. Sekilas saya sempat melihat tubuh pengendara motor mio yang berada dekat saya tergeletak diam tak bergerak. Dari wajahnya mengluarkan darah segar. Sepertinya dari hidung. Seorang gadis muda, pendatang, memakai kerudung. Karena Saya panik melihat istri dan anak menangis, buru-buru saya menghampiri mereka dengan menahan sakit di kaki akibat benturan. Saya tinggalkan gadis muda tersebut karena sudah ada beberapa orang yang menolongnya. Istri saya menangis karena merasa khawatir terhadap benturan kepala anak saya dengan jalanan akibat sempat terlempar dari gendongannya. Saya sempat memeriksa kondisi mereka. Kepala Hana pun tak luput saya periksa, sedikit memar. Alhamdulillah, keluarga saya tidak apa-apa. Masih dilindungi oleh Allah SWT dari kecelakaan maut tersebut.

Setelah memastikan kondisi keluarga baik-baik saja, dengan emosi saya hampiri pengendara truk dan melemparkan bogem mentah di wajahnya. Pendatang juga. Sempat terlontar makian juga kepadanya karena kesal luar biasa. Hampir saja mau saya pukul dengan helm yang saya pegang. Karena terhalang kaca truk, supir masih dalam truk tidak berani keluar, akhirnya saya hanya bisa memukul dengan tangan kosong ke muka si supir truk melalui celah kaca jendela truk yang sedikit terbuka. Melampiaskan emosi yang tertahan. Polisi sempat melerai. Sementara korban kecelakaan yaitu gadis muda berkerudung sudah dilarikan menuju rumah sakit terdekat. Saya tidak mengetahui dengan jelas, apakah masih hidup atau sudah meninggal di tempat. Yang saya ketahui hanya wajah gadis muda berkerudung tersebut mengeluarkan darah segar.

Akibat kejadian tersebut motor Honda Beat saya sempat sulit untuk dihidupkan kembali mesinnya. Sempat ngadat. Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya hidup juga. Dengan sisa-sisa energi yang ada dicampur menahan sakit, menahan emosi, bayangan-bayangan kejadian tadi, kami melanjutkan perjalanan pulang. Rupanya ini kejadian yang ingin disampaikan dari pertanda gelisah, tidak tenang dan mengamuknya Hana tanpa alasan yang jelas. Bukan karena dia mengantuk. Tidak biasa memang Hana berperilaku seperti itu. Biasanya jika dibawa berkendara dia sangat senang. Pun ketika kami melakukan perjalanan pergi ke rumah Pak Supanto tadi siang. Sore itu berbeda. Saat perjalan pulang dari rumah Pak Supanto. Mengamuk sepanjang perjalanan pulang menuju rumah kami di Waena. Kejadian ini membuat trauma yang mendalam bagi istri saya. Sampai sekarang, setiap akan ke Sentani, saat melewati tempat kejadian, istri saya gelisah dan diam seribu bahasa. Selalu teringat kejadian tersebut. Dan dia juga tidak mau naik motor (lagi) jika akan ke Sentani.

Bayangan kecelakaan itu muncul kembali ketika mendengar kabar seorang ustazah, pejuang dakwah, ustadzah Yoyoh Yusroh, meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di tol Kanci Cirebon ketika akan melakukan perjalanan pulang dari Jogja menuju Jakarta. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ustadzah Yoyoh meninggal, sementara suami dan anaknya di rawat di rumah sakit. Selamat jalan bunda. Selamat jalan mujahidah dakwah. Masih teringat foto jenazah beliau yang di-upload seorang teman di jejaring sosial facebook. Jenazahnya tersenyum. Tenang menyambut panggilan Rabb-nya. Subhanalloh. Orang baik sumber pelita ilmu ‘dipanggil’ dengan segera oleh Allah, sementara kita para pendosa diberi kesempatan yang lebih lama untuk bertobat dan memperbaiki diri. Padahal kematian setiap saat bisa menjemput siapa saja, termasuk kita para pendosa.

Saya memang tidak begitu mengenal secara personal ustazah Yoyoh. Istri saya bilang, beliau orangnya cerdas dan pemahaman akan ilmu agamanya lumayan luas. Istri saya malah sempat mengikuti pengajian beberapa kali dengan beliau di Depok. Beberapa teman di facebook yang pernah mengenal beliau mengatakan hal yang sama, beliau orang baik. Setidaknya kejadian ini bisa mengingatkan kita akan kematian yang akan menjemput kapan saja. Siap atau tidak siap. Suka atau tidak suka. Cepat atau lambat pasti akan menghampiri. Semua orang hanya tinggal menunggu giliran. Perbanyak amal ibadah sebagai bekal menuju akhirat sebelum semuanya terlambat. Tak ada manusia yang sempurna dan bersih dari dosa, manusia yang beruntung adalah manusia yang selalu mengingat-ingat akan dosa yang dilakukannya dan senantiasa terus menerus meminta ampunan kepada Sang Maha Pencipta. Penguasa alam semesta. Allah SWT. Hanya dengan mengingat mati maka hati ini akan senantiasa hidup. Senantiasa memperbaiki diri dan bermuhasabah memohon ampunan sebagai upaya bekal menuju kehidupan akhirat.

‘Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan’. (QS. Al Anbiyaa’ : 35)

Selasa, 24 Mei 2011

Tidak ada komentar: