Suatu waktu di pagi hari ketika saya sedang membeli ketoprak untuk sarapan, masih dekat seputar rumah orang tua di daerah Ceger Cipayung Jakarta Timur, saat menunggu pesanan ketoprak saya dibuat, tidak sengaja ekor mata saya melihat seorang bapak tua yang mengais rejeki mengumpulkan sisa kemasan air mineral. Sekilas ketika saya perhatikan lebih jelas..masya Allah, ternyata beliau itu bapaknya teman saya waktu SD dulu. Seakan tidak percaya dengan penglihatan saya perhatikan kembali, ya, memang benar beliau adalah bapaknya teman SD saya. Mata saya belum rabun. Meski saya tidak mengenal secara personal tetapi saya tetap masih bisa mengenali kalau beliau itu memang bapaknya Ma’ruf, teman SD saya. Hm, ada apa ya? Kenapa beliau sekarang jadi pencari barang bekas sisa kemasan air mineral? Dan roda kehidupan pun berputar..
Sekali lagi saya katakan, saya memang tidak mengenal secara personal bapak tersebut tetapi hanya sekedar sepintas lalu saja. Dengan Ma’ruf sendiri hanya sebatas teman, tidak dekat. Kenapa saya masih bisa mengenali bapak itu? Seingat saya, dulu waktu kecil, bapaknya Ma’ruf ini salah seorang yang selalu bangga dengan menggunakan seragam jika ke sekolah kami waktu pengambilan rapot. Saya lupa persisnya, seragam apa yang dia kenakan, yang jelas dia bekerja. Hehehe, ada perasaan iri juga waktu dulu melihat kenyataan bapaknya Ma’ruf berseragam sedang bapak saya tidak. Kecemburuan anak-anak. Dulu sempat terpikir, kalau bapak saya sudah tidak bisa karena beliau profesinya sebagai pedagang atau berwirausaha, maka saya berharap semoga saat dewasa saya pun bisa memakai seragam kerja, entah sebagai apa nanti. Rupanya ini menjadi suatu motivasi tersendiri bagi diri saya, Alhamdulillah harapan dulu kini telah menjadi kenyataan. Saya saat ini bekerja sebagai PNS. Dan anda ketahui, PNS juga memakai seragam. Setidaknya kejadian saya waktu dulu kecil cemburu melihat kenyataan orang tua teman memakai seragam kerja tidak akan terulang pada anak-anak saya. Alhamdulillah ala kulihal. Nikmat Tuhan kamu yang mana yang akan kamu dustakan?
Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya memang tidak begitu dekat dengan Ma’ruf. Sehingga saya tidak begitu mengikuti perkembangan kehidupannya. Meski tinggal di daerah yang sama tetapi ketika selepas SD saya tidak lagi satu sekolah dengan Ma’ruf. Sampai saat ini saya juga tidak mengetahui kabarnya bahkan tidak pernah bertemu sekalipun dengannya lagi. Mulai SMP, STM bahkan sampai kuliah aktifitas saya lebih banyak di luar daerah Ceger. SMP saya bersekolah di Cawang, STM saya bersekolah di Rawa Mangun dan kuliah saya di Jatinangor, Jawa Barat. Sepertinya jiwa petualang saya sudah dimulai sejak SMP itu, dengan bersekolah jauh dari rumah. Dan kini, setelah diterima sebagai PNS sejak tahun 2008 saya tinggal di Jayapura, Papua. Ketika menikah pada tahun 2009 di Jakarta, karena tugas saya di Jayapura maka istri pun saya bawa ke sana. Anak kami pun lahir di Jayapura. Alhamdulillah, sebuah rumah sederhana pun telah kami beli. Medio 2010, saya menerima beasiswa tugas belajar dan mendapat kesempatan untuk melanjutkan S2 di UI Depok. Meski berat karena harus meninggalkan istri dan anak di Jayapura akhirnya saya kembali ke Jakarta untuk kuliah lagi. Dan saya kembali tinggal di rumah orang tua saya, sebuah rumah yang memiliki banyak cerita tentang perjalanan hidup masa tumbuh saya, sejak kecil, remaja sampai dewasa.
Inilah alur kisah sampai saya tidak sengaja melihat kejadian tentang bapaknya Ma’ruf. Kehidupan di kota metropolitan seperti Jakarta yang sangat keras mungkin menjadi salah satu penyebab kenapa bapaknya Ma’ruf melakukan pekerjaan sebagai pengumpul sisa kemasan air mineral. Persaingan yang semakin hebat membuat tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak. Hal ini pun sempat saya alami betapa susahnya mencari pekerjaan selepas saya selesai kuliah, pun ketika saya harus bersaing untuk mengikuti seleksi penerimaan CPNS. Alhamdulillah saya termasuk orang yang diberikan rejeki yang sangat baik oleh Allah SWT. Saya sangat meyakini antar ikhtiar dan doa. Ketika kejadian tersebut, saya memang tidak menegur beliau karena saya juga menganggap tidak begitu kenal dengannya. Salah saya memang. Setidaknya saya bertegur sapa dan mengaku sebagai teman kecil Ma’ruf. Mungkin jika hal tersebut saya lakukan bisa jadi saya mendapatkan kabar tentang Ma’ruf anaknya, teman SD saya.
Kehidupan memang benar-benar berputar. Kembali saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada saya dan keluarga. Pendidikan memang menjadi salah satu investasi sangat penting untuk perubahan nasib kearah lebih baik. Keterbatasan tidak boleh menyurutkan semangat dan motivasi kita untuk terus dan terus belajar. Jangan lupakan pula untuk senantiasa berdoa meminta kepada-Nya. Keseimbangan antara ikhtiar dan doa. Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan jika kita memang benar-benar ingin membuat perubahan besar dalam hidup kita. Hidupkan selalu mimpi dan harapan kita. Hanya dengan mimpi dan harapan, kita selalu memiliki semangat dan termotivasi untuk melakukan perubahan hidup ke arah yang lebih baik.
Sabtu, 21 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar