Menulis? Ah, saya pun HARUS bisa. Gola Gong, salah seorang penulis handal dari Banten yang memiliki keterbatasan secara fisik ternyata tetap mampu menghasilkan karya yang bermutu. Melalui salah satu bukunya yang berjudul Aku Anak Matahari, saya baru mengetahui ternyata Gola Gong itu seorang disabilitas yang hanya memiliki satu tangan utuh sebelah kanan, sementara tangan kirinya terpaksa diamputasi karena mengalami kecelakaan waktu ia kecil. Meski dengan satu tangan tetapi ia masih tetap bisa menulis. Kalau orang lain yang diabilitas saja bisa, kenapa saya yang diberikan tubuh normal tidak? Jadi termotivasi nih..
Seorang teman, adik kelas saya waktu sekolah di stm dulu, Asa Mulchias, dalam sebuah artikel di-blog pribadinya mengatakan bahwa menulis itu MUDAH. Buang jauh-jauh dari otak kita kata-kata menulis itu S-U-S-A-H.
Terus terang saya baru mengenalnya beberapa hari, ini juga belum pernah tatap muka secara langsung. Saya mengenal Asa melalui situs jejaring sosial facebook. Tidak secara sengaja memang. Asa sempat bikin ‘heboh’ wall group IASPEM (grup alumni sekolah kami) yang menulis status usulan penggantian nama IASPEM. Niatnya mau brainstorming tetapi reaksi dari teman-teman alumni lain sangat variatif. Penentangan keras terhadap usulan penggantian nama itu terutama keluar dari teman-teman alumni yang sangat senior. Perbedaan latar belakang teman-teman alumni menurut saya yang menjadi salah satu penyebab berbagai macam reaksi dari status yang ditulis Asa. Hal ini sangat wajar sebagai bagian dari dinamika kehidupan berorganisasi. Pro-kontra selalu ada.
Setelah saya lihat profilnya ternyata dia adik kelas saya di jurusan ELINK (Elektronika Industri dan Komputer). Kami beda angkatan cukup jauh, saat saya baru lulus, tepat tahun tersebut Asa baru memulai pendidikannya pada jurusan yang sama dengan saya di sekolah kami. Wajar saja saya tidak begitu mengenal dia dan sebaliknya dia juga tidak mengenal saya. Tidak pernah bertemu sekalipun secara langsung apalagi bertemu secara intens. Wuih, ternyata telah lumayan banyak prestasi dalam bidang kepenulisan yang telah ia hasilkan. Beberapa bukunya juga sudah diterbitkan. Melalui percakapan singkat via chatroom facebook, meskipun baru satu kali ‘mengobrol’ dan tanpa tatap muka secara langsung ada kesan akrab diantara kami. Saling berbagi informasi dan pengetahuan. Rejekinya bersilaturahmi.
Dalam blog pribadinya, katanya, langkah pertama yang harus dilakukan untuk membuat kita menjadi seorang penulis handal adalah lakukan kegiatan tulis-menulis ini sebagai budaya dari kehidupan kita sehari-hari. Dan saran yang diberikan olehnya adalah do it everyday. SETIAP HARI? Celingak-celinguk sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal. Beneran ini? Iya, setiap hari. Ada yang salah dengan hal ini? Hm, terkesan provokatif memang. Tetapi jika kita cermati lebih lanjut ternyata memang benar adanya. Tujuan utama dilakukan kegiatan tulis-menulis SETIAP HARI adalah untuk membiasakan diri kita dengan menulis. Intinya, agar menulis itu menjadi bagian dari budaya hidup kita sehari-hari. As a culture in your life.
Bravo! Sebuah perubahan besar tidak serta merta terjadi dengan begitu saja. Hal ini dimulai dengan hal-hal terkecil, sama halnya dengan menulis. Seorang penulis besar dan karyanya menjadi best seller pun tidak ujug-ujug menjadi seperti itu. Semua dilakukan dengan proses perjalanan yang sangat panjang, melelahkan bahkan harus merasakan yang namanya jatuh bangun (kayak lagu dangdut Megi Z aja sampai jatuh bangun segala). Hal terkecil yang bisa dilakukan untuk mewujudkan mimpi kita bisa menjadi penulis handal adalah memulai dengan pembiasaan kegiatan tulis-menulis setiap hari.
Lebih lanjut Asa mengatakan tidak perlu kita menulis sesuatu yang ‘berat-berat’ dulu jika ingin mulai menulis. Bisa kegiatan sehari-hari atau kejadian-kejadian unik yang menginspirasi pada hari itu bisa kita tulis. Apapun bisa kita tulis. It’s up to you. Targetnya juga tidak harus muluk-muluk berlembar-lembar halaman kita tulis setiap hari. Namanya juga baru mulai menulis, sudah dapat satu paragraf pun tidak apa-apa. Bisa menjadi setengah halaman, well done, cukup bagus. Kalau satu halaman penuh? Good job, you got your point. Yang terpenting dan inti dari semuanya adalah kita harus memulai melakukan kegiatan tulis-menulis ini setiap hari sebagai bagian dari budaya hidup kita untuk memulai melakukan suatu perubahan besar yaitu mewujudkan mimpi kita untuk bisa menjadi penulis handal.
Jika kita lihat dalam psikologi dari pendekatan teori behavorisme dengan tokohnya yang terkenal antara lain John B. Watson, Ivan Pavlov dan B.F. Skinner, kegiatan tulis-menulis yang harus dilakukan setiap hari merupakan suatu bentuk dari pengkondisian (conditioning). Tujuan dari hal ini adalah untuk membiasakan diri kita agar memiliki kemampuan menulis secara baik. Asa boleh bilang kegiatan tulis-menulis setiap hari yang dilakukan bisa menjadi budaya dalam kehidupan kita, tetapi sebenarnya berdasarkan teori beharisme tersebut ini merupakan suatu upaya untuk membiasakan kita agar memiliki kemampuan menulis yang baik. Ala bisa karena biasa. Kebiasaan yang kita lakukan memang ujungnya bermuara pada budaya, yakni budaya untuk menulis.
Mengambil kata bijak dari Aa Gym dengan 3M-nya, yaitu Mulai dari hal yang terkecil, Mulai dari diri sendiri dan Mulai dari sekarang. So, sudah siapkah kamu untuk mewujudkan mimpimu menjadi penulis profesional yang handal? Kalau iya, lakukan langkah perubahan dengan bulatkan tekad, bangun semangat, kuatkan komitmen dalam diri untuk mulai menulis dari sekarang. Go-go-go.. ayo kita menulis SETIAP HARI. Kalau mereka bisa, saya pun pasti bisa!
Jumat, 20 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar