Minggu, 22 Mei 2011

Turbulensi

Pengalaman saya waktu pertama kali naik pesawat terbang pada tahun 1997. Saat itu masih masih duduk di tingkat empat STM. Ya, sekolah saya memang empat tahun. STMN Pembangunan Jakarta. Di tingkat empat tersebut, semua siswa diwajibkan untuk mengikuti PKL (Pengalaman Kerja Lapangan) atau dulu pernah dikenal dengan istilah PSG (Pendidikan Sistem Ganda), maksudnya antara pendidikan di sekolah dan juga di industri. Ketika PKL tahun 1997, saya dan beberapa teman diterima menjadi siswa PKL pada PT Citra Sari Makmur (CSM) yang bergerak dalam jasa komunikasi satelit. Sebenarnya perusahaan tersebut tidak sesuai dengan jurusan kami Elektronika Industri dan Komputer dan jurusan Elektronika Komunikasi yang paling tepat. Karena PKL ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan semua siswa sebagai salah satu prasyarat untuk lulus sekolah dan saat itu mencari rekanan perusahaan yang mau menampung siswa PKL sangat sulit, akhirnya saya dan beberapa teman tetap menjalaninya. Yang penting masih ada kata Elektronika pada jurusan kami.
Kebetulan saat itu oleh perusahaan kami ditempatkan di divisi operasional yang menangani instalasi (pemasangan), maintenance (perawatan) dan pembongkaran peralatan penunjang komunikasi satelit. Teknologi yang digunakan adalah VSAT (Very Small Aperture Terminal). Lupa lagi saya dengan istilah tersebut, karena sudah meninggalkan dunia teknik sejak lulus STM dan kuliah di Jatinangor. Customer atau klien dari PT CSM yang memakai jasa komunikasi satelit sangat banyak sekali, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karenanya, perjalanan tugas luar kota bukan suatu hal aneh pada divisi operasional PT CSM. Memang ketika awal-awal kami melakukan kegiatan PKL di PT CSM, wilayah kerja yang ditangani hanya seputar jabodetabek. Tetapi setelah bulan kedua, akhirnya kamipun mendapat giliran untuk terbang ke luar kota. Pertama kalinya saya waktu itu ditugaskan ke Banjarmasin. Pengalaman pertama akan naik pesawat terbang nih..
Tiket sudah dapat, surat tugas sudah akhirnya tiba hari tersebut. Saya berangkat ke Banjarmasin berdua dengan karyawan PT CSM, Mas Aris (hehehe, sekarang bagaimana kabarnya dia? Sudah lama banget ga ketemu sejak selesai PKL dari PT CSM). Pesawat yang akan kami naiki rencananya Garuda Indonesia penerbangan pagi jam 6. Karena menghindari tertinggal pesawat makanya sejak jam 5 pagi kami sudah berada di bandara Cengkareng menunggu keberangkatan. Pada jadwal yang telah ditetapkan ternyata ada pengumuman pesawat ditunda (delay). Gubraks, baru pertama kali mau naik pesawat eh ternyata sudah mengalami yang namanya delay. Yang membuat jengkel adalah penundaan keberangkatan tidak diberitahukan sampai berapa lama. Sebagai penumpang, mau tidak mau akhirnya kami menunggu. Hampir mati gaya rasanya kami menunggu keberangkatan. Akhirnya setelah cukup lama menunggu sekitar 6 jam lebih, pada jam 12 lewat maskapai Garuda Indonesia mengumumkan bahwa pesawat yang akan terbang ke Banjarmasin tidak jadi berangkat hari itu karena faktor asap akibat kebakaran hutan di Kalimantan dan baru akan terbang pada esok hari. Tahun 1997 memang terjadi banyak kebakaran hutan di beberapa wilayah Indonesia akibat pembukaan lahan dengan cara membakar.
Kesal luar biasa kami alami sebagai penumpang. Dan hal yang paling menjengkelkan adalah tiket tidak bisa dikembalikan. Akhirnya saya pasrah saja, karena saya juga tidak tahu harus bagaimana, maklumlah baru pertama kali akan naik pesawat. Rupanya Mas Aris tidak menyerah begitu saja. Dia berusaha mencari jalan. Dia bilang pokoknya kami harus terbang ke Banjarmasin hari itu. Wuih, nekat bener nih orang. Sudah jelas-jelas diumumkan bahwa kondisi udara disana tidak layang terbang karena tertutup asap kebakaran hutan tetapi tetap saja keukeuh ingin berangkat juga. Bagaimana kerbau dicocok hidungnya saya menurut saja apa maunya Mas Aris. Lah, saya juga tidak tahu harus berbuat apa? Ternyata langkah yang dilakukan Mas Aris saat itu adalah mendatangi maskapai penerbangan lainnya. Seingat saya Merpati Nusantara yang menjadi tujuan Mas Aris. Akhirnya dengan kemampuan negosiasi Mas Aris kami jadi berangkat ke Banjarmasin naik Merpati Nusantara. Memang ternyata hanya Merpati Nusantara satu-satunya maskapai penerbangan yang berani untuk terbang ke Banjarmasin dari beberapa maskapai yang ada saat itu. Uniknya, tiket pesawat Garuda Indonesia kami bisa dipakai pada Merpati Nusantara. Entah bagaimana caranya Mas Aris bernegosiasi dengan petugas ticketing Merpati Nusantara. Waktu itu saya sempat bertanya kepada Mas Aris kenapa bisa? Dia menjawab iya bisa, di-switch. Entah apa maksudnya saya tidak bertanya lebih jauh.
Untuk terbang ke Banjarmasin kami tidak lagi menunggu lama karena jadwal keberangkatan pesawat jam 1 siang, sedangkan saat itu sudah jam 12 lewat. Hampir setengah satu. Akhirnya, jadi juga saya naik pesawat hari itu. Saat naik ke pesawat, jenis pesawat yang dipakai adalah Foker 28. Pesawat dengan kategori kecil. Di dalam pesawat, kebetulan mendapat seat dekat pintu darurat, saya perhatikan dengan seksama sepertinya pintunya sudah pernah dibuka secara darurat karena sudah agak longgar. Saya bisa membedakan antara pintu yang masih rapat dengan yang sudah longgar dengan pandangan kasat mata saja. Deg-degan juga nih rasanya jantung ini.
Saat take-off sudah dekat, sambil berdoa dalam hati agar selamat dalam penerbangan saat itu, ada perasaan cemas dan takut. Pengalaman pertama take-off pesawat. Fiuh, akhirnya pesawat dapat terbang dengan sempurna. Perasaan cemas dan takut masih saja menghantui, apalagi jika melihat pintu darurat pesawat yang sepertinya pernah terbuka. Sepanjang penerbangan saya diam seribu bahasa. Belum tenang rasanya. Ketika pesawat telah beberapa saat terbang di udara, mengalami goncangan atau dalam istilah penerbangan dikenal dengan turbulensi, semakin diam tak berkata apapun saya, pucat wajah ini. Dalam hati saya terus berdoa agar penerbangan saat itu aman..aman..dan aman. Mengingat tahun 1997 merupakan tahun yang sangat sering terjadinya kecelakaan pesawat. Kecelakaan fenomenal saat itu adalah jatuhnya pesawat Garuda Indonesia di Medan yang menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah ratusan orang. Jarak penerbangan dari Jakarta ke Banjarmasin memang tidak begitu lama, tidak sampai 1 jam sepertinya. Tetapi sepertinya sangat lama sekali saya rasakan saat itu karena merasa takut. Pada akhirnya pesawat pun tiba di wilayah udara Banjarmasin. Tapi kok, kenapa pesawat ini hanya berputar-putar saja di udara padahal pramugari sejak beberapa menit lalu sudah mengumumkan bahwa pesawat akan segera mendarat, ada apa ini? Waduh, jangan-jangan...beberapa pikiran negatif sempat terlintas dibenak saya. Setelah beberapa kali berputar di udara, akhirnya pesawat pun landing. Ternyata jarak pandang pilot terhalang oleh asap kebakaran hutan dan sang pilot menunggu waktu yang tepat saat asap tidak begitu menghalangi jarak pandangnya untuk mendaratkan pesawat makanya ia berputar beberapa kali untuk mendapatkan waktu yang tepat tersebut. Pada saat proses landing puji syukur tidak ada kendala yang berarti. Dan pada akhirnya pesawat dapat mendarat dengan sempurna tiba di Bandara Banjarmasin. Selamat datang di Banjarmasin, saya bisa menarik nafas dengan sangat lega. Pengalaman pertama kali naik pesawat pun akhirnya bisa dilalui dengan penuh ketegangan luar biasa.
Minggu, 22 Mei 2011

Tidak ada komentar: