Pendahuluan
Midgley (1995:25) dalam Adi (2008:51) mengemukakan definisi pembangunan sosial sebagai berikut : suatu proses perubahan sosial yang terencana untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi.
Mengapa direncanakan? Hal ini karena diinginkan adanya perubahan manusia dan kesejahteraan. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang menyeluruh (comprehensive) yang menyangkut berbagai sektor (kegiatan program) dan berbagai tingkatan (mulai dari lokal hingga internasional). Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning) dilihat sebagai usaha untuk mengidentifikasi dan mengatur hubungan-hubungan secara sosial, fisik dan ekonomi yang terdapat dalam kegiatan / program pembangunan di tingkat lokal hingga internasional.
Lebih lanjut Midgley (1995:23) dalam Adi (2008:54) mengatakan pembangunan sosial adalah pendekatan pembangunan yang secara eksplisit berusaha mengintegrasikan proses pembangunan ekonomi dan sosial, seperti dua sisi koin yang saling melengkapi satu sama lain. Pembangunan sosial tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna (meaningless) kecuali diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu kesatuan.
Pada tahap awal perekonomian nasional didominasi oleh pemerintah, maka wajar apabila pemerintah lebih memusatkan perhatiannya untuk mengalokasikan sumberdaya pembangunan yang ada kepada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi, yang pada umumnya berlokasi di kawasan darat dan perkotaan. Wilayah pesisir dan laut belum menjadi prioritas utama bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kondisi demikian akan mendorong timbulnya disparitas antar wilayah yang semakin melebar karena Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup berlimpah. Karenanya diperlukan paradigma baru pembangunan yang diarahkan pada terjadinya pemerataan (equity), mendukung pertumbuhan (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi. Untuk itulah paradigma pembangunan sosial ada dan diintegrasikan dengan pembangunan ekonomi untuk saling melengkapi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kawasan pesisir pada dasarnya merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara bio-geofisik maupun sosial-ekonomi. Kawasan ini terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries).
Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pesisir merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pembangunan nasional. Karakteristik wilayah pesisir Indonesia diantaranya adalah :
- Meliputi 81,000 km panjang garis pantai dengan 17,508 pulau yang sangat beraneka ragam karakteristiknya.
- Dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.[1] Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.
- Terdapat 47 kota pantai mulai dari Sabang hingga Jayapura sebagai pusat pelayanan aktivitas sosial-ekonomi pada 37 kawasan andalan laut sekaligus sebagai pusat pertumbuhan kawasan pesisir.
- Mengandung potensi sumber daya kelautan yang sangat kaya, seperti (a) pertambangan dengan diketahuinya 60 cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan dunia; (c) pariwisata bahari yang diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity).
- Wilayah ini merupakan sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal. Sebagai contoh, dari keseluruhan potensi sumber daya perikanan yang ada maka secara agregat nasional baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan. Sementara itu, ditinjau dari nilai investasi yang masuk, maka besaran investasi domestik dan luar negeri pada bidang kelautan dan perikanan selama 30 tahun tidak lebih dari 2% dari total investasi di Indonesia.
- Pesisir merupakan kawasan perbatasan antar-negara maupun antar-daerah yang sensitif yang memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
(Dirjen Penataan Ruang Depkimpraswil : 2002)
Lebih lanjut Wiranto (2004), mengatakan bahwa pembangunan wilayah pesisir selama ini masih dilihat seperti pembangunan wilayah terestrial lainnya dengan kondisi yang analogi dengan wilayah perdesaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena wilayah pesisir menurut UU Pesisir memiliki beberapa karakteristik yang khas, yaitu:
- Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat, laut dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan pembangunan ketiga aspek di atas;
- Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;
- Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat dan laut;
- Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;
- Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional.
Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut (Seascape) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara, Pulau Sebira terletak di jarak sekitar 100 mil dari daratan Teluk Jakarta. Posisi ini bila dikaitkan dengan Jakarta yang tidak lain adalah sebuah kota Bandar, maka Kepulauan Seribu adalah bagian muka dari Jakarta.
Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Pada separuh teluk bagian barat, terdapat beberapa pulau kecil yng sebagian besar telah dipergunakan sebagai areal permukiman penduduk dan sebagian lainnya dipergunakan sebagai tempat peristirahatan.
Total luas keseluruhan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu kurang lebih hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897.71 Ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 Km2. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu saat ini mencapai 11.80 Km2 dan secara administratif dibagi menjadi 2 Wilayah Kecamatan 6 Kelurahan. Seperti pada tabel berikut ini :
Kecamatan | Luas (KM2) | Jumlah Kelurahan | Nama Kelurahan |
Kep. Seribu Utara | 7,90 | 3 | Kelurahan Pulau: Panggang, Kelapa, Harapan. |
Kep. Seribu Selatan | 3,90 | 3 | Kelurahan Pulau: Untung Jawa, Tidung, Pari |
Total | 11,80 | 6 | |
Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Dari jumlah 110 pulau tersebut yang ada, hanya 11 pulau yang ditempati sebagai sarana perhunian, sisanya digunakan untuk resort dan konservasi. Adapun Komposisinya adalah:
a. 50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 Ha
b. 26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 Ha
c. 24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 Ha
Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu secara fisik dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Laut Jawa/Selat Sunda.
Sebelah Timur : Laut Jawa.
Sebelah Selatan : Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang.
Sebelah Barat : Laut Jawa/Selat Sunda.