Senin, 24 Oktober 2011

Tinjauan Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut (Seascape) di Kabupaten Adminstratif Kepulauan Seribu

Pendahuluan

Midgley (1995:25) dalam Adi (2008:51) mengemukakan definisi pembangunan sosial sebagai berikut : suatu proses perubahan sosial yang terencana untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi. 

Mengapa direncanakan? Hal ini karena diinginkan adanya perubahan manusia dan kesejahteraan. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang menyeluruh (comprehensive) yang menyangkut berbagai sektor (kegiatan program) dan berbagai tingkatan (mulai dari lokal hingga internasional). Perencanaan menyeluruh (comprehensive planning) dilihat sebagai usaha untuk mengidentifikasi dan mengatur hubungan-hubungan secara sosial, fisik dan ekonomi yang terdapat dalam kegiatan / program pembangunan di tingkat lokal hingga internasional.

Lebih lanjut Midgley (1995:23) dalam Adi (2008:54) mengatakan pembangunan sosial adalah pendekatan pembangunan yang secara eksplisit berusaha mengintegrasikan proses pembangunan ekonomi dan sosial, seperti dua sisi koin yang saling melengkapi satu sama lain. Pembangunan sosial tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya pembangunan ekonomi, sedangkan pembangunan ekonomi tidaklah bermakna (meaningless) kecuali diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dari populasi sebagai suatu kesatuan.

Pada tahap awal perekonomian nasional didominasi oleh pemerintah, maka wajar apabila pemerintah lebih memusatkan perhatiannya untuk mengalokasikan sumberdaya pembangunan yang ada kepada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi, yang pada umumnya berlokasi di kawasan darat dan perkotaan. Wilayah pesisir dan laut belum menjadi prioritas utama bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kondisi demikian akan mendorong timbulnya disparitas antar wilayah yang semakin melebar karena Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup berlimpah. Karenanya diperlukan paradigma baru pembangunan yang diarahkan pada terjadinya pemerataan (equity), mendukung pertumbuhan (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi. Untuk itulah paradigma pembangunan sosial ada dan diintegrasikan dengan pembangunan ekonomi untuk saling melengkapi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kawasan pesisir pada dasarnya merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara bio-geofisik maupun sosial-ekonomi. Kawasan ini terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries).

Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan, pesisir merupakan kawasan strategis dengan berbagai keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya sehingga berpotensi menjadi prime mover pembangunan nasional. Karakteristik wilayah pesisir Indonesia diantaranya adalah :
  • Meliputi 81,000 km panjang garis pantai dengan 17,508 pulau yang sangat beraneka ragam karakteristiknya.
  • Dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.[1] Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia pada masa yang akan datang.
  • Terdapat 47 kota pantai mulai dari Sabang hingga Jayapura sebagai pusat pelayanan aktivitas sosial-ekonomi pada 37 kawasan andalan laut sekaligus sebagai pusat pertumbuhan kawasan pesisir.
  • Mengandung potensi sumber daya kelautan yang sangat kaya, seperti (a) pertambangan dengan diketahuinya 60 cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan dunia; (c) pariwisata bahari yang diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (natural biodiversity).
  • Wilayah ini merupakan sumber daya masa depan (future resources) dengan memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara optimal. Sebagai contoh, dari keseluruhan potensi sumber daya perikanan yang ada maka secara agregat nasional baru sekitar 58,5% dari potensi lestarinya yang termanfaatkan. Sementara itu, ditinjau dari nilai investasi yang masuk, maka besaran investasi domestik dan luar negeri pada bidang kelautan dan perikanan selama 30 tahun tidak lebih dari 2% dari total investasi di Indonesia.
  • Pesisir merupakan kawasan perbatasan antar-negara maupun antar-daerah yang sensitif yang memiliki implikasi terhadap pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 
(Dirjen Penataan Ruang Depkimpraswil : 2002)

Lebih lanjut Wiranto (2004), mengatakan bahwa pembangunan wilayah pesisir selama ini masih dilihat seperti pembangunan wilayah terestrial lainnya dengan kondisi yang analogi dengan wilayah perdesaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena wilayah pesisir menurut UU Pesisir memiliki beberapa karakteristik yang khas, yaitu:
  1. Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat, laut dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan pembangunan ketiga aspek di atas;
  2. Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;
  3. Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat dan laut;
  4. Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;
  5. Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional. 
Pengembangan Wilayah Pesisir dan Laut (Seascape) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara, Pulau Sebira terletak di jarak sekitar 100 mil dari daratan Teluk Jakarta. Posisi ini bila dikaitkan dengan Jakarta yang tidak lain adalah sebuah kota Bandar, maka Kepulauan Seribu adalah bagian muka dari Jakarta.

Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40”  Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Pada separuh teluk bagian barat, terdapat beberapa pulau kecil yng sebagian besar telah dipergunakan sebagai areal permukiman penduduk dan sebagian lainnya dipergunakan sebagai tempat peristirahatan.

Total luas keseluruhan wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu kurang lebih hampir 11 kali luas daratan Jakarta, yaitu luas daratan mencapai 897.71 Ha dan luas perairan Kepulauan Seribu mencapai 6.997,50 Km2. Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu saat ini mencapai 11.80 Km2 dan secara administratif dibagi menjadi 2 Wilayah Kecamatan 6 Kelurahan. Seperti pada tabel berikut ini :

Kecamatan
Luas (KM2)
Jumlah
Kelurahan
Nama
Kelurahan
Kep. Seribu Utara
7,90
3
Kelurahan Pulau:
Panggang, Kelapa, Harapan.
Kep. Seribu Selatan
3,90
3
Kelurahan Pulau:
Untung Jawa, Tidung, Pari
Total
11,80
6

Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Dari jumlah 110 pulau tersebut yang ada, hanya 11 pulau yang ditempati sebagai sarana perhunian, sisanya digunakan untuk resort dan konservasi. Adapun  Komposisinya adalah:
a.      50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 Ha
b.      26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 Ha
c.      24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 Ha

Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu secara fisik dibatasi oleh :

Sebelah Utara                : Laut Jawa/Selat Sunda.
Sebelah Timur                : Laut Jawa.
Sebelah Selatan            : Kecamatan Cengkareng, Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Tangerang.
Sebelah Barat                : Laut Jawa/Selat Sunda.   

Pada wilayah pesisir, sektor perikanan menjadi sektor utama yang menjadi gantungan hidup masyarakatnya. Begitu pula kondisinya dengan Kabupaten Adminstrasi Kepulauan Seribu. Jika merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),  terutama pada lampiran IX tentang kawasan andalan, pada Propinsi DKI Jakarta terdapat Kawasan Andalan Laut Pulau Seribu dengan sektor unggulannya perikanan, pertambangan dan pariwisata. Ada tiga sektor utama yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Meski belum sepenuhnya dilakukan secara serius tetapi setidaknya Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu telah berupaya mengarah kepada pengembangan tiga sektor unggulan tersebut. Misalnya, pada Kelurahan Pulau Panggang yang terdiri dari gugusan 13 pulau yang peruntukannya dibagi menjadi empat, yang terdiri dua pulau pemukiman, dua pulau resort, dan satu pulau pemerintahan. Sedangkan sisanya, digunakan sebagai pulau perlindungan ekosistem seperti di Pulau Semak Daun yang terdapat pula program budidaya ikan Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang dikelola oleh PKSPL-IPB. Untuk perairan dangkal di Pulau Karya, difungsikan menjadi tempat budidaya ikan bandeng laut yang dikelola PT Nusa Keramba. Selain budidaya perikanan tentunya masih harus dipikirkan hal lain seperti industri pendukung pengembangan sektor perikanan ini.

Lebih lanjut Wiranto (2004) mengatakan bahwa dalam menghadapi peluang dan tantangan pembangunan dalam era globalisasi, maka pembangunan perikanan serta pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus mampu mentransformasikan berbagai usaha perikanan masyarakat ke arah bisnis dan swasembada secara menyeluruh dan terpadu. Pendekatan menyeluruh (holistik) dan terpadu ini berarti melihat usaha perikanan sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait, yaitu:
  • Sumberdaya perikanan, yaitu sumberdaya alam (baik yang berada di laut, pesisir, perairan tawar), SDM, dan sumberdaya buatan.
  • Sarana dan Prasarana, meliputi perencanaan dan penyediaan prasarana perikanan seperti pelabuhan, pabrik es, cold storage, infrastruktur pada sentra industri, pengadaan dan penyaluran sarana produksi (seperti BBM, benih, mesin dan alat tangkap), serta sistem informasi tentang teknologi baru dan sistem pengelolaan usaha yang efisien.
  • Produksi perikanan, meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang menyangkut usaha perikanan skala kecil maupun besar.
  • Pengolahan Hasil perikanan, meliputi kegiatan pengolahan sederhana yang dilakukan oleh petani dan nelayan tradisional hingga pengolahan dengan teknologi maju di paberik yang mencakup penanganan pasca panen sampai produk siap dipasarkan.
  • Pemasaran hasil perikanan, meliputi kegiatan distribusi dan pemasaran hasil-hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhanpasar. Termasuk pula di dalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar (market development) dan pengembangan produk (product development)
  • Pembinaan, mencakup kegiatan pembinaan institusi, iklim usaha yang kondusif, iklim poleksosbud yang mendukung, peraturan dan perundangan yang kondusif, pembinaan SDM, serta kepemimpinan yang baik agar kegiatan yang dilaksanakan dapat dicapai seefektif mungkin 
Menggeliatnya industri pariwisata di Kepulauan Seribu tampak terlihat dari massive-nya pertumbuhan homestay  di beberapa pulau tujuan wisata, Pulau Pramuka dan Pulau Tidung misalnya. Hal ini tentu sangat menggembirakan, tetapi sisi lain meski ada antisipasi lanjutan untuk mengatasi timbulnya ekternalitas lain seperti pencemaran lingkungan berupa sampah dan berkurangnya baku air tanah yang bisa dikonsumsi.

Selain timbulnya masalah-masalah tersebut, ada beberapa kendala dalam upaya pengembangan wilayah pesisir dan laut. Permasalahan umum yang terjadi adalah hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang kurang selaras dalam memenuhi kepentingan masing-masing serta masih sering terjadinya eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir secara besar-besaran. Hubungan antara pusat dan daerah misalnya terlihat dari alokasi dana anggaran pembangunan. Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2011 mendapatkan ‘jatah’ anggaran kurang lebih sebesar 176 milyar dimana anggaran dana ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dasar penduduk Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu yang sampai dengan Maret 2011 berjumlah 22.093 jiwa  berdasarkan data yang diperoleh dari Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi. Padahal masih banyak isu-isu strategis lainnya yang terkait dengan pengembangan wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sementara alokasi dana anggaran yang ada masih jauh dari kata mencukupi.

Wiranto (2004) mengatakan dalam konteks wilayah pesisir dan laut, keuntungan ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut baru dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu seperti juragan kapal dan pengusaha perikanan, namun belum oleh masyarakat pesisir dan nelayan. Selain kesenjangan dalam pendapatan, kesenjangan dalam kepemilikan justru menjadi permasalahan yang lebih serius. Akumulasi sumberdaya pada pihak-pihak tertentu mengarah pada de-aksesasi oleh masyarakat. Misalnya saja dalam usaha penangkapan, hanya yang memiliki kapal lebih besar dan teknologi yang lebih maju yang dapat menguasai sumberdaya laut. Nelayan kecil dengan teknologi sederhana menjadi terpinggirkan dan kalah sehingga semakin sulit dalam berusaha. Kondisi seperti ini yang terus berlanjut mengakibatkan permasalahan baru yaitu kemiskinan. Nelayan kecil semakin sulit untuk bergerak keluar dari kemiskinan yang menjerat mereka.

Eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan daerah. Di satu sisi, upaya tersebut dilakukan oleh masyarakat dan daerah untuk menggerakkan roda perekonomian, namun di sisi lain sumberdaya perikanan semakin berkurang karena dieksploitasi secara berlebihan serta mengalami kerusakan. Upaya pengelolaan yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang positif.

Penutup

Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dalam kerangka pengembangan wilayah, akan lebih efektif bila dilaksanakan secara bersama-sama dari seluruh stakeholder yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah. Otonomi daerah telah membuka peluang desentralisasi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Ini penting karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan banyak memiliki daerah terisolasi, miskin alat transportasi dan komunikasi, masih lemah sistem administrasi pemerintahannya, masih kurangnya kapasitas SDM, serta begitu banyaknya masyarakat yang menggantungkan kehidupan dan nafkahnya pada sumberdaya pesisir dan laut. Dengan demikian, antara pemerintah dan masyarakat akan semakin dekat dan terpetakan berbagai masalah yang dihadapi sebagian besar masyarakat.

Daftar Pustaka

Adi, Isbandi Rukminto. (2008). Intervensi Komunitas; Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajawali Pers
Wiranto, Tatag. (2004). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Dalam Kerangka Pembangunan Perekonomian Daerah. Artikel. Bappenas. Jakarta
Direktur Jenderal Penataan Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. (2002). Antisipasi Dampak Pemanasan Global Dari Aspek Teknis Penataan Ruang. Makalah. Jakarta
Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

[1]     The State Ministry of Environment – ROI  (1998)  dan Harian Media Indonesia, Edisi Rabu, 16 Oktober 2002.


Tidak ada komentar: