Senin, 14 Mei 2012

Teori Kualitas Hidup


Pembangunan Sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (people’s well-being). Midgley menyebutkan bahwa kondisi sejahtera (well-being) menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) yang berkonotasi pada suatu kondisi sosial di mana masalah-masalah sosial diatur, kebutuhan sosial dipenuhi dan terciptanya kesempatan sosial. (2005:21). Bukan sekedar kegiatan amal ataupun bantuan publik yang diberikan oleh pemerintah. (2005:19).
Pakar ilmu sosial mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai tinggi rendahnya tingkat hidup pada suatu masyarakat. Oleh karenanya kemudian diciptakan suatu metode untuk dapat mengetahui indikator kesejahteraan sosial, diantaranya adalah indeks kualitas hidup secara fisik atau PQLI (Physical Quality of Life Index) yang diperkenalkan oleh D.M. Morris (1979), kemudian indeks kemajuan sosial (The Index of Social Progress) yang diciptakan oleh Richard Estes (1985) dan yang terbaru adalah indeks pembangunan manusia (Human Development Index) yang dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. (Midgley, 2005:20).  Model terakhir inilah yang menjadi populer di berbagai negara termasuk di Indonesia sebagai suatu tools untuk mengukur pembangunan manusia.
Di sisi lain, tidak mudah untuk mendefinisikan kualitas hidup secara tepat. Pengertian mengenai kualitas hidup telah banyak dikemukakan oleh para ahli, namun semua pengertian tersebut tergantung dari siapa yang membuatnya.
Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapinya dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapinya dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.
Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:68) menyebutkan bahwa kualitas hidup adalah konsep yang lebih luas daripada produksi ekonomi dan standar hidup. Kualitas hidup mencakup sekumpulan penuh faktor-faktor yang mempengaruhi apa yang kita hargai dalam hidup ini, melampaui sisi materialnya.
Menurut Calman yang dikutip oleh Hermann (1993:14-21) dalam Silitonga (2007) mengungkapkan bahwa konsep dari kualitas hidup adalah bagaimana perbedaan antara keinginan yang ada dibandingkan perasaan yang ada sekarang, definisi ini dikenal dengan sebutan “Calman’s Gap”. Calman mengungkapkan pentingnya mengetahui perbedaan antara perasaan yang ada dengan keinginan yang sebenarnya, dicontohkan dengan membandingkan suatu keadaan antara “dimana seseorang berada” dengan “di mana seseorang ingin berada”. Jika perbedaan antara kedua keadaan ini lebar, ketidakcocokan ini menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang tersebut rendah. Sedangkan kualitas hidup tinggi jika perbedaan yang ada antara keduanya kecil.
Cella & Tulsky dalam Dimsdale (1995) menyebutkan bahwa beberapa pendekatan fenomenologi dari kualitas hidup menekankan tentang pentingnya persepsi subjektif seseorang dalam memfungsikan kemampuan mereka sendiri dan membandingkannya dengan standar kemampuan internal yang mereka miliki agar dapat mewujudkan sesuatu menjadi lebih ideal dan sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Campbell, dkk dalam Dimsdale (1995) yang menggarisbawahi tentang pentingnya persepsi subjektif dan penafsiran dalam pengukuran kualitas hidup. Dalam hal ini dikemukakan bahwa kualitas hidup dibentuk oleh suatu gagasan yang terdiri dari aspek kognitif dan afektif karena penilaian individu terhadap satu kondisi kognitif mempengaruhi secara efektif dan menimbulkan reaksi terhadap kondisi emosi individu tersebut.
Adapun menurut Cohen & Lazarus dalam Sarafino (1994) kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Keunggulan individu tersebut biasanya dapat dinilai dari tujuan hidupnya, kontrol pribadinya, hubungan interpersonal, perkembangan pribadi, intelektual dan kondisi materi.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. (Larasati, n.d.)
Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:70-71) mengajukan ada tiga pendekatan konseptual untuk mengukur kualitas hidup, yaitu :
·           Pendekatan pertama, yang dikembangkan erat dengan riset psikologis, dipijakkan pada gagasan tentang kesejahteraan subjektif. Pendekatan ini terkait erat dengan tradisi utilitarian, yang menyatakan bahwa mengupayakan manusia untuk ‘bahagia’ dan ‘puas’ dengan hidup mereka merupakan tujuan universal eksistensi manusia.
·           Pendekatan kedua berakar pada gagasan tentang kapabilitas. Pendekatan ini melihat hidup seseorang sebagai kombinasi antara berbagai ‘kegiatan dan kedirian’ (functionings) dan kebebasannya untuk memilih di antara fungsi-fungsi tersebut (capabilities). Dasar pendekatan kapabilitas ini memiliki akar kuat pada ide filosofis mengenai keadilan sosial, mencerminkan fokus pada tujuan manusia dan menghargai kemampuan individu untuk mengejar dan merealisasikan tujuan yang dia yakini, serta memainkan peran prinsip-prinsip etis dalam merancang masyarakat yang ‘baik’.
·           Pendekatan ketiga, yang dikembangkan dalam tradisi ilmu ekonomi, didasarkan pada gagasan tentang alokasi yang adil. Dasar pemikirannya, banyak ditemui dalam ilmu ekonomi kesejahteraan, adalah menimbang berbagai dimensi non-moneter kualitas hidup (melampaui barang dan jasa yang diperdagangkan di pasar) dengan suatu cara yang menghargai preferensi seseorang.
Kemudian Stiglitz, Sen & Fitoussi (2011:77-98) menyebutkan ada beberapa bidang yang terkait dengan kualitas hidup, diantaranya yaitu : kesehatan, pendidikan, aktivitas personal, hak suara politik dan tata kelola pemerintahan, koneksi sosial, kondisi lingkungan, serta ketidakamanan pribadi. Karena penelitian ini terkait dengan pendidikan maka penulis hanya akan membahas pendidikan.
Lebih lanjut terkait pendidikan, Stiglitz, Sen & Fitoussi mengatakan bahwa pendidikan penting bagi kualitas hidup, terlepas dampaknya pada pendapatan dan produktivitas masyarakat, dimana masyarakat yang lebih terdidik pada umumnya memiliki status kesehatan yang lebih baik, pengangguran yang lebih sedikit, koneksi sosial yang lebih banyak, dan keterlibatan yang lebih besar dalam kehidupan sipil dan politik. (2011:80-81)
Indikator pendidikan yang tersedia sekarang meliputi beragam bidang. Beberapa mengacu pada input (tingkat pendaftaran sekolah, anggaran pendidikan, dan sumber daya sekolah), sementara yang lain mengacu pada throughput dan output (tingkat kelulusan, lamanya tahun bersekolah, pengukuran berbasis tes standar atas tingkat melek huruf dan melek angka). Mana di antara indikator-indikator ini yang yang lebih relevan bergantung pada taraf pembangunan suatu negara dan pada tujuan proses evaluasi itu sendiri. (2011:81)
Sebagian indikator yang paling relevan untuk mengkaji dampak pendidikan terhadap kualitas hidup adalah ukuran kompetensi seseorang, yang mengukur pendidikan dan outcome lain yang penting bagi kualitas hidup di tingkat individu. (2011:82)

12 komentar:

Unknown mengatakan...

kira2 penulis punya buku mengenai kualitas hidup g yaa?

Unknown mengatakan...

buku yang berisikan tentang kualitas hidup ada gk ya pak?
trims

Unknown mengatakan...

Kualitas hidup sebenarnya apa yang, org berkualitas dan tidak berkualitas itu dilihat dari apa?

Unknown mengatakan...

Kualitas hidup sebenarnya apa yang, org berkualitas dan tidak berkualitas itu dilihat dari apa?

Sehans NZA mengatakan...

Untuk tulisan ini, saya lebih banyak memakai bukunya Stiglitz, Sen dan Fitoussi. Judul bukunya Mengukur Kesejahteraan. Silakan browsing di google untuk membeli buku tersebut dimana.

ZHIELSHARE mengatakan...

Sy paham dengan apa yang di jelaskan. bagaimana jika sesuatu yg di inginkan hanya menipu, bila keinginan seseorang sudah tercapai tetapi tdk sesuai espektasi dan tdk membuatnya merasa. Bagaimana pendapat sodara?

ZHIELSHARE mengatakan...

Sy paham dengan apa yang di jelaskan. bagaimana jika sesuatu yg di inginkan hanya menipu, bila keinginan seseorang sudah tercapai tetapi tdk sesuai espektasi dan tdk membuatnya merasa. Bagaimana pendapat sodara?

Gomar49 mengatakan...

Sebenarnya apa fungsi dr kualitas hidup?, apa dampak dr kualitas hidup yg buruk/rendah??. Terimakasih

Sarjana Tutorial mengatakan...

kira2 saat ini bukunya masih ada tdk ya yang jual.

Azmi mengatakan...

apakah ada daftar pustaka yang bisa disertakan? terima kasih

Anonim mengatakan...

Boleh dijabarkan daftar pustaka nya ? Terimakasih

Anonim mengatakan...

Boleh dijabarkan daftar pustaka nya ? Terimakasih