Rabu, 14 Desember 2011

Penyelenggaraan Good Governance di Indonesia

Pendahuluan
Reformasi birokrasi (administrasi negara) dan good governance merupakan dua konsep utama bagi perbaikan kondisi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Kedua konsep ini merupakan konsep yang saling terkait satu sama lainnya dan bukanlah merupakan konsep yang relatif baru. Namun demikian, sampai saat ini dan bahkan sampai tahun-tahun mendatang kedua konsep tersebut akan sangat berperan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Semangat reformasi yang terjadi beberapa tahun ke belakang dan hingga saat ini di Indonesia telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan, dengan mempraktekkan prinsip-prinsip good governance. Selain itu, masyarakat menuntut agar pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam menanggulangi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sehingga tercipta pemerintahan yang bersih dan mampu menyediakan public goods and services sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara.
Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan issu yang paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi negara dewasa ini. Tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat karena hal ini sejalan dengan meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak lagi sesuai bagi tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan suatu hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Konsep dan Definisi Good Governance
Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 1125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam konteks pengelolaan organisasi korporat dan lembaga pendidikan tinggi. Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan pada pertemuan hari ini -- dan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata-pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan -- baru muncul sekitar 15 tahun belakangan ini, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional mempersyaratkan “good governance” dalam berbagai program bantuannya. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, term “good governance” telah diterjemahkan menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tatapemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih.
Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yanag paling tepat meng-capture makna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.”
(Effendi, 2005)

Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip good governance yang diajukan oleh UNDP diuraikan sebagaimana berikut :
1. Participation
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingannya. Partisipasi ini dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta berpartisipasi secara konstruktif.
2. Rule of Law
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3. Transparency
Tranparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Prose-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dipantau.
4. Responsiveness
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Concensus Orientation
Good governance menjembatani kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.
 6. Equity
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7. Effevtiveness and Efficiency
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8. Accountabilty
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9. Strategic Vision
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif good governance dan pembangunan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Pilar - Pilar Good Governance
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Negara : Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil; Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan; Menyediakan public service yang efektif dan accountable; Menegakkan HAM; Melindungi lingkungan hidup; Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
2.        Sektor Swasta : Menjalankan industri; Menciptakan lapangan kerja; Menyediakan insentif bagi karyawan; Meningkatkan standar hidup masyarakat; Memelihara lingkungan hidup; Menaati peraturan; Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat; Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3.        Masyarakat Madani : Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi; Mempengaruhi kebijakan publik; Sebagai sarana cheks and balances pemerintah; Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah; Mengembangkan SDM; Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

Penyelenggaraan Good Governance di Indonesia : Era Pemerintahan SBY-Boediono
Agenda besar yang dihadapi pemerintahan SBY-Boediono pada periode 2009-2014 adalah bagaimana mampu mewujudkan Good Governance pada tataran implementatif dan bukan retorik semata. SBY dalam kepemimpinan nasional selama ini masih dihadapkan pada persepsi bahwa SBY  masih lebih banyak bermain politik pada ranah retorika ketimbang tindakan yang nyata dan cepat untuk mengatasi masalah di lapangan.
Dari kasus-kasus besar yang menyangkut elite seperti kasus Bank Century, kasus Bibit-Chandra,  kasus Cicak melawan Buaya, kasus Antasari hingga pada kasus yang menimpa rakyat kecil seperti kasus Prita Mulyasari, kasus Mbah Minah “mencuri”  buah kakao, dan sebagainya adalah  merupakan fenomena  gunung es yang masih sangat besar potensi masalahnya karena sesungguhnya persoalan pada kenyataannya masih sangat banyak terjadi di sekitar kita.  Ini semua merupakan agenda kebijakan besar yang sekaligus juga tantangan besar bagi upaya-upaya pemerintahan SBY-Boediono dalam mengelola pemerintahan di periode kedua SBY ini.
Banyak agenda-agenda yang harus dilakukan oleh pemerintahan SBY-Boediono dalam konteks mewujudkan good governance. Agenda-agenda tersebut antara lain:
1.    Agenda pemberantasan korupsi, merupakan salah satu tantangan yang paling berat bagi pemerintahan SBY-Boediono beserta kabinetnya. Fenomena Markus “makelar kasus” merupakan pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi pemerintahan SBY-Boediono.
2.    Agenda pemberantasan kemiskinan, merupakan salah satu tugas pokok yang harus dijalankan dalam rangka perwujudan good governance di era pemerintahan SBY-Boediono. Pemerintahan yang efektif tentu harus menempatkan pemberantasan kemiskinan sebagai upaya utama dalam policy mainstream dan konsentrasi kebijakan publiknya.
3.    Agenda reformasi birokrasi ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. 
4.    Agenda peningkatan pelayanan  publik merupakan salah satu tindaklanjut dari reformasi birokrasi.  Program-program  reformasi pelayanan publik harus diteruskan dalam pemerintahan ini agar efektivitas dan efisiensinya tercapai. Program-program tersebut antara lain, seperti, OSS (One Stop Services),  mekanisme pengaduan, standard kompetensi jabatan,  pelayanan pertanahan, dan sebagainya.
5.    Agenda pelayanan hukum yang fair, adil dan setara merupakan salah satu agenda besar pemerintahan SBY-Boediono yang harus diprioritaskan. Kasus  hukum yang menimpa Mbah Mina di Kabupaten Banyumas dengan “pencurian” 3 (tiga) buah kakao, Basar Suyanto dan Kholil, dua orang petani di Kabupaten Kediri dengan tuduhan mencuri 1 (satu) buah semangka, dan kasus hukum Prita Mulyasari sesungguhnya merupakan suatu sindiran hukum terhadap proses peradilan di Indonesia yang tidak fair.
6.    Agenda peningkatan partisipasi efektif dalam sosial, politik dan ekonomi. Artinya pemerintah harus memberikan terobosan dan peluang yang lebih inovatif, yang lebih memungkinkan partisipasi masyarakat dan sektor privat agar lebih berkembang secara efektif dan efisien.
7.    Agenda peningkatan kualitas demokrasi dan lembaga-lembaga politik.
Partai politik dan lembaga-lembaga produk proses politik dan pemilu seperti halnya DPD, DPR, DPRD kabupaten-kota harus didorong dan didukung kapasitasnya sehinga benar-benar menjadi lembaga perwakilan rakyat yang memang harus menyalurkan aspirasi rakyat.
8.    Agenda peningkatan efektivitas otonomi daerah. Dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah didalam penyelengaraan otonomi daerah.
9.    Agenda pemberdayaan perempuan dan kelompok terpinggirkan menjadi pusat perhatian penting yang harus diprioritaskan oleh pemerintahan SBY-Boediono. Program-program pemberdayaan perempuan ini diantaranya adalah: peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga perwakilan, peningkatan pendidikan, dan perlunya affirmative actions yang memang betul-betul dibutuhkan oleh kaum perempuan.
(Susiatiningsih, 2010)

Penutup
Sampai saat ini, upaya mencari potret atau sosok pemerintahan yang ideal masih menjadi isu paling menarik. Pemerintahan yang ada, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif masih dinilai kurang memiliki kinerja untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan merespons perkembangan situasi baik di dalam maupun di luar negeri. Lembaga eksekutif atau birokrasi yang semula dibentuk untuk memecahkan masalah-masalah publik, justru kemudian menjadi sumber masalah dari pemecahan masalah-masalah publik itu sendiri karena cenderung mengidap penyakit birokrasi (bureaupathologies). Oleh karenanya, salah satu kunci untuk menciptakan good governance adalah suatu kepemimpinan nasional yang memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat.

Daftar Pustaka

Effendi, Sofian. (2005). Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance. Disampaikan dalam Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi Diselenggarakan Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005
Effendi, Taufiq. (2007). Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance. Sekretariat Negara RI
Eko, Sutoro. Mengkaji Ulang Good Governance. Tidak diketahui tahun publikasi.
Hardjasoemantri, Koesnadi. (2003). Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah Untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, tanggal 15 Juli 2003
Keban, Yeremias T. (2000) “Good Governance” dan “Capacity Building” sebagai Indikator Utama dan Fokus Penilaian Kinerja Pemerintahan. Naskah No. 20, Juni-Juli 2000
Krina P., Loina Lalolo (2003). Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi & Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta - Agustus 2003
Kurniawan, Teguh. (2006). Hambatan dan Tantangan Dalam Mewujudkan Good Governance Melalui Penerapan E-Government di Indonesia. Disampaikan dalam Konferensi Nasional Sistem Informasi 2006, Jurusan Teknologi Informasi Universitas Pasundan dan ITB, Bandung, 18 Februari 2006.
Mohamad, Ismail. et. all. (2001). Akuntabilitas dan Good Governance; Modul 1 dari 5; Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Jakarta : Lembaga Administrasi Negara
Pramusinto, Agus. (2006). Building Good Governance In Indonesia Cases of Local Government Efforts to Enhance Transparency. Paper yang dipresentasikan pada Eropa Conference: Modernising the Civil Service Reform in Alignment with National Development Goals, Bandar Seri Begawan Brunai Darussalaam, 13-17 November 2006
Prasojo, Eko dan Teguh Kurniawan. (2008). Reformasi Birokrasi dan Good Governance : Kasus Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia. Dipresentasikan dalam The 5th  International Symposium of Jurnal Antropologi Indonesia. Banjarmasin, 22-25 Juli 2008
Susiatiningsih, Hermini. (2010). Menakar Good Governance Di Era Pemerintahan Sby-Boediono 2009-2014.
Sutiyoso. (2009). Bangun Good Government and Good Governance untuk Meraih Masa Depan Indonesia. Sekretariat Negara RI
Wiratraman, R. Herlambang Perdana. (2007). Neo-Liberalisme, Good Governance Dan Hak Asasi Manusia. Jurnal Hukum Jentera XV, Januari-Maret 2007

Tidak ada komentar: